MK Diminta Tafsirkan Aturan Penguasaan Penyiaran
Berita

MK Diminta Tafsirkan Aturan Penguasaan Penyiaran

Pemohon berharap hasil pengujian undang-undang ini akan digunakan KIDP sebagai dasar untuk menggugat lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran.

ASh
Bacaan 2 Menit
MK diminta tafsirkan aturan penguasaan penyiaran. Foto: SGP
MK diminta tafsirkan aturan penguasaan penyiaran. Foto: SGP

Koalisi Independen untuk Demokrasi Penyiaran (KIDP) secara resmi telah mendaftarkan uji materi atas tafsir Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Kedua aturan itu dinilai sering kali disalahtafsirkan secara sepihak oleh para pemimpin media demi keuntungan sekelompok pemodal tertentu saja.


Padahal,
penyiaran merupakan media yang menggunakan ranah publik yaitu frekuensi (sumber daya alam terbatas) yang seharusnya digunakan sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Penafsiran sepihak itu telah terjadi pemusatan kepemilikan bisnis penyiaran di tangan segelintir orang dengan memperjualbelikan frekuensi penyiaran dengan dalih perpindahan atau penjualan saham.   


“Ada kesalahan penafsiran Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran yang berakibat terjadi pemusatan kepemilikan itu,” kata koordinator KIDP, Eko Maryadi usai mendaftarkan pengujian undang-undang itu di gedung MK, Selasa (18/10). KIDP sendiri terdiri dari lima lembaga yakni AJI Jakarta, Media Link, Yayasan 28 PR2Media, dan LBH Pers.  

 

Pasal 18 ayat (1) menyatakan pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. Sementara Pasal 34 ayat (4) menyebutkan izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain.   

 

Eko mencontohkan pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran seperti pada kasus pembelian dan pengalihan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) PT Visi Media Asia Tbk yang menguasai PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) dan PT Lativi Media Karya (TVOne) pada Februari 2011 lalu. Selain itu, kasus pengalihan IPP PT Elang Mahkota Teknologi (Emtek) Tbk yang menguasai PT Indosiar Karya Media (PT Indosiar Visual Mandiri) dan PT Surya Citra Media Tbk (PT Surya Citra Televisi).

 

“Badan-badan hukum usaha penyiaran itu merasa dirinya tidak melakukan pemusatan kepemilikan/penguasaan lembaga penyiaran swasta yang bertentangan dengan UU Penyiaran dengan berbagai argumentasi,” ungkapnya.


Eko menilai Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) selama ini melakukan pembiaran terhadap adanya pemusatan penyiaran yang mensalahtafsirkan Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran itu. “Seharusnya, Kemkominfo dapat melakukan tafsir tunggal atas pasal itu. Nantinya, hasil pengujian undang-undang akan digunakan KIDP sebagai dasar untuk menggugat lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran.”   

 

Sementara, mantan anggota Pansus UU Penyiaran Paulus widiyanto menegaskan apa yang sudah diatur dalam undang-undang seharusnya dijalankan dengan baik oleh Kemkominfo dan KPI. Semestinya, kedua instansi pemerintah itu menegakkan UU Penyiaran itu agar tidak multi tafsir.

 

“Persoalannya bagaimana Kemkominfo dapat melakukan tafsir tunggal. Jika ada pemusatan kepemilikan maka akan ada penyeragaman isi dan pilihan masyarakat akan menjadi terbatasi,” tegasnya.


Sebagai anggota pemantau regulator media, Amir Effendi Siregar lebih gamblang membeberkan bahwa KIDP telah memiliki data mengenai adanya segelintir pihak yang telah melakukan pemusatan penyiaran. Antara lain, Group MNC yang memiliki tiga stasiun televisi yaitu RCTI, Global TV dan MNC, lalu Group EMTEK dengan Indosiar dan SCTV, Group PC media dengan TV One dan Anteve.


Dia menambahkan selain ketiga grup perusahaan itu, masih terdapat Transcorp yang memiliki dua stasiun televisi yakni, Trans TV dan Trans 7. Hanya saja, KIDP belum memiliki data adanya pemusatan kepemilikan Transcorp. Sebab, UU penyiaran tidak diperkenankan adanya pemusatan kepemilikan dan penguasaan media lebih dari satu dalam satu provinsi.

 

“Karena itu, kita meminta agar Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (4) UU Penyiaran konstitusional sepanjang ditafsirkan untuk Pasal 18 ayat (1), satu badan hukum apapun di tingkat manapun atau perseorangan tidak boleh memiliki lebih dari satu IPP yang berlokasi di satu provinsi. Sedangkan Pasal 34 ayat (4), segala bentuk pengalihan IPP dengan cara dijual kepada badan hukum lain/perseorangan di tingkat manapun bertentangan dengan UU Penyiaran,” tuntutnya.

Tags: