MK Gelar Sidang Tujuh Permohonan Pengujian Perppu Pilkada
Berita

MK Gelar Sidang Tujuh Permohonan Pengujian Perppu Pilkada

Para pemohon diminta menguraikan kerugian konstiusional dalam permohonannya.

ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES


Para pemohon menilai pembentukan kedua Perppu yang dikeluarkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu cacat hukum. Sebab, pembentukannya tidak didasari keadaan kegentingan yang memaksa dan kekosongan hukum yang merupakan syarat dikeluarkan sebuah Perppu.     

“Pembentukan Perppu Pilkada tidak didasari adanya kebutuhan yang mendesak atau adanya unsur mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat,” ujar salah satu pemohon Didik Supriyadi dalam persidangan pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Didi menegaskan pembentukan Perppu Pilkada yang tidak memenuhi syarat proses pembentukan sebuah Perppu berpotensi merusak sistem hukum ketatanegaraan. Penerbitan Perppu yang dilatarbelakangi perbedaan sikap politik antara presiden dan DPR ini akan menjadi preseden yang buruk bagi penegakan konstitusi ke depan. Meski minta pembatalan, dia tetap mendukung pilkada secara langsung.  

“Kalau kita biarkan kita khawatir menjadi preseden buruk nantinya. Apalagi zamannya Pak Jokowi ini konflik Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) begitu keras. Makanya, kita minta MK membatalkan Perppu Pilkada karena bertentangan UUD 1945,” kata Didi.

Hal yang sama disampaikan pemohon 119/PUU-XII/2014 yang menyatakan Perppu Pilkada dan Perppu Pemda cacat prosedur pembentukan Perppu karena tidak ada unsur kegentingan yang memaksa. Hingga saat ini, Perppu Pilkada belum disetujui DPR yang akan berdampak pelaksanaan Pilkada pada tahun 2015 bakal terhambat. Karenanya, MK diminta membatalkan Perppu  

“Seharusnya Perppu tidak boleh menjadi alat politik pencitraan presiden (SBY) karena itu bertentangan dengan maksud dan tujuan diterbitkannya sebuah Perppu,” kritik pemohon No. 125/PUU-XII/2014, Edward Dewarucci.

Sementara FKHK menilai Pasal 6 ayat (1) Perppu Pilkada yang memberi kewenangan KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) melanggar konstitusi. Penyelenggaraan pilkada oleh KPU provinsi, KPU kabupaten/kota seperti termuat dalam Perppu Pilkada juga bertentangan dengan putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 yang menyebut pilkada bukan bagian rezim pemilu, melainkan rezim pemda.

Karena itu, penyelenggaraan pilkada oleh KPU provinsi, KPU kabupaten/kota baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui DPRD) bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1), (2), (5) UUD 1945. “Permohonan kami menyangkut konstitusionalitas kewenangan KPU dalam menyelenggarakan pilkada,” ujar Ketua Umum FKHK Victor Santoso Tandiasa.

Dia mengusulkan sudah seharusnya penyelenggaraan pilkada diserahkan kepada masing-masing daerah sesuai corak, karakteristik, kearifan lokalnya (prinsip otonomi), tidak sentralistik. Namun, konsep mekanisme pemilihannya bukan mekanisme perwakilan (melalui DPRD) seperti diusung partai politik.

Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mengatakan permintaan percepatan perkara ini yang diminta salah satu pemohon tergantung dari urgensi dari semua permohonan ini.
Percepatan ini kita akan melihat urgensi dari pemohonan ini. Saya juga mendengar DPR akan membahas Perppu ini pada Januari 2015, tetapi sekarang belum terjadi kekosongan hukum kan. Kalau percepatan (mungkin) iya,” ujar Maria.

Sementara, Hakim Konstitusi Aswanto menilai semua permohonan belum menguraikan kerugian konstitusional yang dialami. Hampir semua pemohon hanya menguraikan bahwa Perppu Pilkada tidak memenuhi syarat kegentingan yang memaksa. “Seharusnya dimasukkan kerugian aktual yang terjadi. Kerugian konstitusional Saudara ini tidak tampak. Ini harus dimasukkan,” sarannya. 
Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana permohonan pengujian Perppu Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada) dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.  

Pengujian Perppu Pilkada ini diajukan oleh tujuh pemohon antara lain Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) yang teregister dengan No. 118/PUU-XII/2014; Yanda Zaihifni Ishak, Heriyanto, dan Ramdansyah  (No. 119/PUU-XII/2014); Edward Dewaruci dan Doni Istyanto Hari Mahdi (No. 125/PUU-XII/2014); Edward Dewaruci dan Doni Istyanto Hari Mahdi pemohon (No. 126/PUU-XII/2014)

Selain itu, mantan anggota DPR Didi Supriyadi dan Abdul Khalik Ahmad (No. 127/PUU-XII/2014); Arif Fathurohman (No. 128/PUU-XII/2014); dan Muhammad Sholeh, Imam Syafi’i, Syamsul Arifin (129/PUU-XII/2014). Tiga pemohon yakni pemohon No. 119/PUU-XII/2014, No. 126/PUU-XII/2014 dan 127/PUU-XII/2014 mengajukan uji formil Perppu Pilkada. Khusus pemohon No. 125/PUU-XII/2014 pun mengajukan uji formil Perppu Pemda.

Sedangkan pemohon lainnya, yakni pemohon 128/PUU-XII/2014, pemohon 129/PUU-XII/2014, pemohon No. 118/PUU-XII/2014 (FKHK) mengajukan uji materi beberapa pasal Perppu Pilkada.
Tags: