MK Tolak Pengujian UU Ketenagalistrikan
Berita

MK Tolak Pengujian UU Ketenagalistrikan

Pendapat berbeda Akil Mochtar tetap dibacakan.

ASH
Bacaan 2 Menit
MK Tolak Pengujian UU Ketenagalistrikan
Hukumonline
Majelis MK menyatakan menolak permohonan pengujian Pasal 10 ayat (3), (4) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang diajukan Bupati Tanah Lumbu Kalimantan Selatan Mardani H Maming. Dalam putusannya, MK mengganggap pembatasan wilayah usaha penyediaan listrik tidak menghambat hak konstitusional sebagai bupati

“Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 9/PUU-XI/2013 di ruang sidang pleno MK, Rabu (26/3).

Pasal 10 ayat (3) menyebutkan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dilakukan oleh satu badan usaha dalam satu wilayah usaha. Sementara ayat (4) menyebutkan pembatasan wilayah usaha sebagaimana dimaksud ayat (3) juga berlaku untuk usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum yang hanya meliputi distribusi tenaga listrik dan/atau penjualan tenaga listrik.

Permohonan pengujian Pasal 10 ayat (3), (4) UU Ketenagalistrikan ini diajukan Bupati Kabupaten Tanah Lumbu Kalimantan Selatan, Mardani H Maming. Dia menganggap berlakunya Pasal 10 ayat (3) dan (4) UU Ketenagalistrikan telah merugikan masyarakat Kalimantan Selatan karena pasokan tenaga listrik di daerah itu sangat minim.

Soalnya, pasal itu menyatakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) hanya berwenang untuk mendistribusikan tenaga listrik, tidak berwenang melakukan pengelolaan tenaga listrik. Akibatnya, pemerintah daerah tidak bisa menyediakan atau mengelola pasokan tenaga listrik jika terjadi kekurangan di suatu daerahnya karena itu kewenangan PLN.

Karenanya, pemohon minta MK menafsirkan Pasal 10 ayat (3) dan (4) itu sepanjang dimaknai “memberikan batasan atas usaha penyediaan tenaga listrik yang hanya dapat dilakukan oleh badan usaha tunggal milik pemerintah, padahal telah nyata-nyata tidak menjamin ketersediaan tenaga listrik.”

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan mengacu Pasal 11 ayat (3), (4) UU Ketenagalistrikan, pemerintah atau pemerintah daerah memberi kesempatan kepada badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, atau koperasi sebagai penyelenggara usaha penyediaan tenaga listrik terintegrasi dengan badan usaha yang sudah ada. Ketika tidak ada, pemerintah wajib menugasi BUMN untuk menyediakan tenaga listrik.

Dengan demikian, tidak ada pembatasan secara mutlak usaha penyediaan tenaga listrik untuk umum. Karenanya, tidak dapat dimaknai menghambat atau bahkan menghalangi tugas pemohon mensejahterahkan warganya terkait pengadaan ketenagalistrikan seperti didalikan pemohon.

“Pemohon sebagai bupati tidak terhalang melaksanakan kewajibannya untuk mengundang investor, BUMD, badan swasta, atau koperasi untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik rakyat di wilayahnya,” ucap Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi.

Menurut Mahkamah UU Ketenagalistrikan sesungguhnya telah membuka peluang yang seluas-luasnya untuk memenuhi kebutuhan itu. Kalau dalam praktiknya tidak atau belum berhasil, hal ini bukan faktor implementasi Pasal 10 ayat (3), (4) UU Ketenagalistrikan.

Jadi, Pasal 10 ayat (3), (4) UU Ketenagalistrikan tidak dapat dikatakan menghalangi tugas bupati untuk mensejahterahkan rakyatnya melalui pengadaan ketenagalistrikan dan pasal itu juga tidak dapat dimaknai sebagai monopoli usaha ketenagalistrikan.

“Terhadap permohonan ini, seorang hakim konstitusi M. Akil Mochtar memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion) yang menyatakan pasal itu menghambat bupati melaksanakan kewajibannya. Karena itu, dia berkesimpulan permohonan pemohon beralasan menurut hukum,” tutur Fadlil.
Tags:

Berita Terkait