10 Alasan Mengapa Praktik Nikah Siri Dilakukan
Terbaru

10 Alasan Mengapa Praktik Nikah Siri Dilakukan

Nikah siri tidak dikenal dalam hukum positif di Indonesia. Meskipun demikian, praktiknya tetap ramai dilakukan. Berikut 10 motif atau alasan dilakukannya nikah siri.

Tim Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi nikah siri. Sumber: pexels.com
Ilustrasi nikah siri. Sumber: pexels.com

Praktik nikah siri bukanlah hal asing di masyarakat. Konsep yang kenal dengan nikah di bawah tangan ini kerap dijadikan jalan singkat bagi banyak pasangan. Selain karena hendak “menghindari zina”, ada banyak motif yang melatarbelakanginya, mulai dari ekonomi, status sosial, dan lain sebagainya. Berikut paparan selengkapnya.

Apa itu Nikah Siri?

Secara sederhana, kawin siri atau nikah siri dikenal sebagai pernikahan yang dilakukan secara agama, namun tidak didaftarkan. Lebih jelasnya, KBBI menerangkan bahwa nikah siri merupakan istilah dari pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan Agama (KUA), menurut agama Islam sudah sah.

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam laporannya menerangkan bahwa yang dimaksud nikah siri adalah nikah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi; ada yang dicatat tapi disembunyikan dari masyarakat dan ada juga yang tidak dicatatkan pada Petugas Pencatat Nikah (PPN) dan tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA).

Motif Nikah Siri

Praktik nikah siri marak terjadi di kalangan masyarakat. Pemilihan pernikahan jenis ini ketimbang secara resmi dan sesuai hukum tentu perlu ditelaah lebih jauh. Pasalnya, hukum positif Indonesia tidak mengenal jenis pernikahan ini. Sehubungan dengan hal ini, laporan KemenPPPA memaparkan bahwa ada sepuluh faktor yang melatarbelakangi terjadinya nikah siri.

  1. Meningkatkan ekonomi keluarga

Faktor pertama yang melatarbelakanginya adalah faktor ekonomi. Diterangkan KemenPPPA dalam laporannya, praktik nikah siri tidak semata-mata terjadi karena perasaan suka semata. Namun, ada pula yang menjadikannya sebagai cara untuk meningkatkan ekonomi keluarga.

  1. Rendahnya nilai sosial

Dalam wilayah tertentu, nikah siri dianggap biasa. Masyarakat dengan nilai sosial yang rendah lebih fokus pada tujuan jangka pendeknya. Hubungan jangka panjang pun kerugian bagi istri dan anak hasil nikah siri di mata hukum kerap diabaikan.

  1. Jalan berpoligami

Pernikahan jenis ini merupakan jalan berpoligami bagi mereka yang terbentur izin. Dalam konteks ini, izin mencakup restu dari istri pertama dan larangan poligami dalam hukum positif untuk para ASN.

  1. Menghindari zina

Pergaulan bebas alias zina tentunya mengkhawatirkan para orang tua. Untuk mencegah terjadinya pergaulan bebas, pernikahan jenis ini kerap dijadikan solusi. Bahkan, laporan yang disajikan menunjukan bahwa beberapa orang tua memilih mengawinkan anaknya secara siri.

  1. Kondisi sosial budaya

Sebagian masyarakat berpendapat bahwa menikah adalah urusan pribadi dalam menjalankan ajaran agamanya. Sehubungan dengan itu, peran KUA dan pemerintah tidaklah dibutuhkan. Masyarakat dengan pandangan ini menganggap kawin siri sebagai jalan mudah menuju pernikahan; substitusi dari pernikahan resmi.

  1. Prestise sosial

Pernikahan siri dilakukan untuk menaikkan prestise sosial. Pasangan yang lebih kaya dan/atau pasangan yang merupakan orang asing dianggap membanggakan. Pasangan yang dipinang, sekalipun dengan pernikahan siri, merasa terhormat dan bangga karena berhasil “dinikahi” atau memikat hati pasangannya.

  1. Peran tokoh agama

Maraknya pernikahan siri di suatu daerah tidak terlepas dari peran tokoh agama. Beberapa orang bahkan menyebutkan bahwa tokoh agama tersebut tidak hanya membantu menikahkan saja, namun juga berperan sebagai calo.

  1. Orientasi merawat daerah wisata

Fenomena maraknya nikah siri di suatu daerah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Di sana, pernikahan dijadikan komoditas, selain keindahan atau wisata alamnya. Daerah ini biasanya dikenal dengan daerah dengan banyak penduduk berusia muda dan cantik.

  1. Abainya pemerintah setempat

Laporan KemenPPPA menyatakan bahwa praktik nikah siri di Cisarua dan Sukaresmi sudah berlangsung lebih dari 40 tahun. Angka ini tentu bukan waktu yang sebentar. Pratik ini pun bisa berlangsung selama ini karena tidak ada peran pemerintah setempat dalam menindak kasus ini. Pemerintah daerah “seolah-olah” membiarkannya terjadi.

  1. Eksploitasi orang tua

Beberapa kasus menunjukkan bahwa nikah siri terjadi karena kehendak orang tuanya. Orang tua menginginkan anak untuk melaksanakan pernikahan ini karena didasari motif ekonomi dan sosial. Modus nikah siri merupakan salah satu bentuk eksploitasi orang tua terhadap anak.

Hukum Nikah Siri berdasarkan MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa Nikah di Bawah Tangan untuk mempertegas hukum nikah siri. Dalam fatwa tersebut, MUI menyatakan bahwa nikah siri atau pernikahan di bawah tangan hukumnya sah karena telah memenuhi syarat dan rukun nikah. Akan tetapi, haram hukumnya jika terdapat mudarat.

MUI juga menyatakan bahwa pernikahan siri harus dicatatkan secara resmi pada instansi berwenang sebagai langkah pencegahan dan menolak dampak negatif. Nikah siri dalam Islam yang dimaksud MUI ini adalah pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam hukum Islam, namun tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Syarat Nikah Siri

Syarat nikah siri secara umum sama halnya dengan syarat menikah “sah” secara hukum, bedanya proses nikah siri tanpa melalui pencatatan di KUA. Sebagaimana diterangkan Pasal 14 KHI, untuk melangsungkan pernikahan atau perkawinan haruslah ada calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab kabul. Lebih lanjut perihal syarat-syarat pernikahan secara Islam, Ahmad Rofiq dalam Hukum Islam di Indonesia, menerangkan rincian syarat berikut.

Syarat calon mempelai pria

  • beragama Islam;
  • laki-laki;
  • jelas orangnya;
  • dapat memberikan persetujuan; dan
  • tidak terdapat halangan perkawinan.

Syarat calon mempelai wanita

  • beragama, meskipun Nasrani atau Yahudi;
  • perempuan;
  • jelas orangnya;
  • dapat dimintai persetujuannya; dan
  • tidak terdapat halangan perkawinan.

Syarat wali nikah

  • laki-laki;
  • dewasa;
  • memiliki hak perwalian; dan
  • tidak terdapat halangan perwaliannya.

Syarat saksi nikah

  • minimal terdiri dari 2 orang laki-laki;
  • hadir dalam ijab kabul;
  • dapat mengerti maksud akad;
  • Islam; dan

Syarat ijab kabul

  • adanya pernyataan mengawinkan dari wali;
  • adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria;
  • memakai kata-kata nikah;
  • antara ijab dan kabul bersambungan;
  • antara ijab dan kabul jelas maksudnya;
  • orang yang berkaitan dengan ijab kabul tidak sedang dalam ihram haji atau umrah;
  • majelis ijab dan kabul harus dihadiri 4 orang (jumlah minimal), yakni calon mempelai pria, wali nikah, dan dua orang saksi.

Apabila syarat-syarat ini tidak dipenuhi, maka nikah siri yang dilakukan tidaklah sah atau tidak sesuai dengan syarat pernikahan islam. Meski dinilai “sah” secara agama, pernikahan siri sangat tidak disarankan karena tidak dikenal dalam hukum positif Indonesia. MUI pun menegaskan bahwa nikah siri dapat dikategorikan haram jika terdapat mudarat atau tidak menguntungkan. Baca berita Hukumonline lainnya di sini!

Tags:

Berita Terkait