MPR Kembali Wacanakan ‘Haluan Negara’ Masuk dalam Amandemen UUD Tahun 1945
Terbaru

MPR Kembali Wacanakan ‘Haluan Negara’ Masuk dalam Amandemen UUD Tahun 1945

Tak ada wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode ataupun perubahan sistem presidensial. Namun cenderung pada penambahan ayat pada dua pasal yakni Pasal 3 dan Pasal 23, serta menghidupkan kembali GBHN sebagai acuan dalam pembangunan nasional.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Politisi Partai Golkar itu berpendapat PPHN merupakan dokumen hukum bagi penyelenggara pembangunan nasional yang berbasis kedaulatan rakyat. Dengan kata lain, wakil rakyat di MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD berhak merancang dan menetapkan PPHN. Karenanya, dokumen tersebut menjadi acuan bagi presiden dan lembaga negara dalam menyusun berbagai program pembangunan sesuai kewenangan masing-masing. 

“Secara ideologis, keberadaan PPHN dipandang mendasar dan mendesak, mengingat proses pembangunan nasional memerlukan panduan arah dan strategi baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang,” katanya.

Berharap sebelum 2024

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Basarah menambahkan amandemen konstitusi menjadi yang kesekian kalinya pasca reformasi. Dia berharap pengesahan amandemen konstitusi dapat dilakukan sebelum 2024. Sehingga dalam pelaksanaan pemilihan presiden maupun pemilihan kepala daerah tak lagi membuat visi dan misi berdasarkan orientasi elektoral individu, tetapi merujuk pada PPHN.

Bagi Basarah, gagasan menghadirkan PPHN dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi agenda lembaga negara sejak lama. MPR telah menerbitkan Keputusan MPR Nomor 4 Tahun 2014 tentang Rekomendasi MPR periode 2009-2014. Salah satu rekomendasinya mereformulasi sistem perencanaan pembangunan model GBHN.

Selanjutnya rekomendasi MPR itu, ditindaklanjuti oleh MPR periode 2014-2019 dengan membentuk dua panitia ad Hoc (PAH) pada 2018. PAH pertama untuk Haluan Negara dipimpinan dirinya. Sedangkan PAH kedua untuk perubahan Tatib MPR diketuai Rambe Kamaruzzaman. Menurutnya, visi dan misi program kepala negara mesti menggambarkan visi dan misi para pendiri bangsa yang dirancang bagi kepentingan bangsa.

“Kita tidak ingin ganti presiden ganti kebijakan. Itu yang terjadi kalau kita tidak mempunyai haluan negara dan haluan pembangunan nasional. Kita tidak mau jalannya pembangunan seperti tari Poco Poco, maju dua langkah, mundur dua langkah,” kata dia.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga anggota Komisi III DPR itu berpendapat, bila saja amandemen konstitusi terbatas disepakati, lembaga negara tempatnya bernaung pun dapat segera mereformulasi sistem perencaan pembangunan model GBHN. “Siapapun yang menjadi presiden dia akan melanjutkan pembangunan sesuai haluan negara,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait