MPR Mencetak Masyarakat Menjadi Narasumber Empat Pilar
Pojok MPR-RI

MPR Mencetak Masyarakat Menjadi Narasumber Empat Pilar

Training diperuntukan tidak hanya bagi perwira menengah angkatan laut, namun juga sudah dilakukan di kalangan seluruh lapisan masyarakat lainnya baik di tingkat pusat maupun daerah.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Foto: Humas MPR
Foto: Humas MPR

Anggota MPR dari Fraksi Nasdem Bachtiar Aly mengatakan, MPR mempunyai Badan Sosialisasi yang beranggotakan 45 orang yang bertugas khusus untuk mensosialisasikan Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika kepada seluruh lapisan masyarakat.

 

Selain dari anggota Badan Sosialisasi, dikatakan oleh pria kelahiran Banda Aceh itu semua anggota MPR juga mempunyai kewajiban yang sama, yakni ikut mensosialisasikan Empat Pilar.

 

Meski demikian, Guru Besar UI itu mengatakan MPR juga mengajak elemen di masyarakat dan pemerintah untuk ikut mensosialisasikan Empat Pilar. "Untuk itu MPR melakukan training of trainer," ujarnya saat menjadi pembicara dalam TOT di kalangan TNI AL, Surabaya, 12 Oktober 2018. Pelatihan untuk pelatih diharapkan mampu mencetak narasumber-narasumber Empat Pilar yang kompeten.

 

Menurut Bachtiar Aly, TOT diperuntukan tidak hanya bagi perwira menengah AL namun juga sudah dilakukan di kalangang angkatan darat, angkatan udara, kepolisian, tokoh agama, tokoh masyarakat, guru, mahasiswa, dan lapisan masyarakat lainnya baik di tingkat pusat maupun daerah. "Setelah TOT sampaikan Empat Pilar di lingkungan kerja, keluarga, dan masyarakat," harap mantan Duta Besar Indonesia untuk Mesir itu.

 

Menjaga Empat Pilar disebut hal yang harus dilakukan oleh warga negara. Bangsa ini bisa terbentuk karena perjuangan dari para pendahulu. Dipaparkan bagaimana para jong, dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Ambon, Betawi, Sunda, pemuda Islam, dan dari daerah serta organisasi pemuda lainnya menggagas Indonesia.

 

Saat itu meski Indonesia belum ada namun mereka sudah menyatakan satu nusa, bangsa, dan bahasa Indonesia. Dalam soal bahasa, Bachtiar Aly menyatakan para pemuda memilih bahasa Melayu, yang saat itu sebagai lingua franca dari Madagaskar hingga Melayu, menjadi bahasa persatuan. "Jadi bukan memilih bahasa yang mayoritas yang digunakan," tuturnya.

 

Dirinya bersyukur bahasa Indonesia menjadi pemersatu bangsa Indonesia. Hal demikian tidak terjadi di Belgia, India, yang tidak memiliki bahasa persatuan. "Di Belgia itu ada bahasa Perancis, Belanda, Jerman, bahkan Inggris," ungkapnya.

Tags:

Berita Terkait