‘New Normal’: Dampak Dilema Kesehatan dan Kemiskinan bagi Kantor Hukum
Berita

‘New Normal’: Dampak Dilema Kesehatan dan Kemiskinan bagi Kantor Hukum

Beberapa persoalan Covid-19 ini juga terasa semakin serius, terutama pada perekonomian global. Kondisi sulit ini memberikan sejumlah pelajaran yang dapat dipetik untuk mendorong bisnis jasa hukum Indonesia ke depan.

Oleh:
CT-CAT
Bacaan 2 Menit

 

Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah, mengingatkan seluruh perusahaan dan dunia usaha untuk menjadikan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai langkah terakhir dalam menghadapi dampak Covid-19. Ida mengimbau perusahaan untuk melakukan berbagai langkah alternatif untuk menghindari PHK, seperti mengurangi upah dan fasilitas pekerja golongan atas seperti manajer dan direktur; mengurangi shift kerja; membatasi/menghapus lembur; mengurangi jam kerja; mengurangi hari kerja; dan meliburkan atau merumahkan pekerja untuk sementara waktu. “Situasi dan kondisinya memang berat. Tapi inilah saatnya pemerintah, pengusaha, dan pekerja bekerja sama mencari solusi untuk mengatasi dampak Covid-19," katanya.

 

Adapun upaya lain yang dapat dilakukan yaitu tidak lagi memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya dan memberikan pensiun bagi yang telah memenuhi syarat. Paling penting, berbagai kebijakan itu harus dibahas terlebih dulu dengan serikat buruh atau perwakilan buruh di perusahaan yang bersangkutan. Ida mencatat, per 7 April 2020, 39.977 perusahaan  yang terkena dampak Covid-19 telah merumahkan sekitar 873.090 pekerja dan melakukan PHK terhadap 137.489 buruh. Untuk sektor informal, 34.453 perusahaan terkena dampak Covid-19 dengan jumlah pekerja terdampak 189.452 orang. Namun, badai apa pun yang terjadi, masyarakat harus memahami dan terlibat dalam perjuangan menghadapi virus Covid-19 dengan meningkatkan ketahan kesehatan dan tetap berupaya untuk bekerja. Untuk itulah, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan No. 328 Tahun 2020, tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri.

 

Dampak Covid-19 bagi Kantor Hukum

Di Jakarta, Gubernur DKI Anies Baswedan telah mengeluarkan Peraturan Gubernur No. 33 Tahun 2020, (Pergub No. 33) tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.Pergub tersebut memuat beberapa aturan, seperti dalam pasal 9 ayat (1) ‘selama pemberlakuan PSBB, dilakukan penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor’, ayat (2) ‘selama penghentian sementara aktivitas bekerja di tempat kerja/kantor sebagaimana disebut ayat (1), wajib mengganti aktivitas bekerja di tempat kerja dengan aktivitas bekerja di rumah/tempat tinggal’, serta pasal 9 ayat (3)(a) dan (b) yang mewajibkan pelaku usaha untuk menjaga agar pelayanan yang diberikan atau aktivitas usaha tetap berjalan secara terbatas dan menjaga produktivitas atau kinerja pekerja.

 

Beberapa persoalan terkait Covid-19 ini juga terasa semakin serius, terutama pada perekonomian global. Stagnasi bisnis sejumlah pusat perdagangan di berbagai negara telah memukul sektor jasa hukum yang produknya adalah melayani klien dari berbagai jenis aktivitas usaha negara maupun swasta yang sejak serangan Covid-19 menjadi terhenti. Kondisi sulit ini memberikan sejumlah pelajaran yang dapat dipetik untuk mendorong bisnis jasa hukum Indonesia ke depan. Bagaimanapun, meski Pergub No. 33 tersebut juga berlaku dan wajib dipatuhi oleh kantor hukum, khususnya yang berpraktik di DKI Jakarta—implementasi pelayanan kantor hukum harus dilakukan dengan keharusan work from home (WFH/bekerja dari rumah. Adapun secara tegas, ketentuan ini disebutkan dalam pasal 9 ayat (1), (2) dan (3) a dan b, sehingga interaksi dan koordinasi kerja harus dilakukan secara virtual melalui telekonferensi video lewat beragam platform.

 

Dengan cara tersebut, para advokat masih bisa bekerja melayani para klien. Fauzie mengatakan, agaknya kantor hukum yang bekerja profesional dapat mengoptimalkan kerja jasa hukum di masa mendatang. Apalagi, kantor hukum dapat memanfaatkan untuk produk pelayanan spesifik dan mandiri. Tentunya, dengan didukung oleh infrastruktur dan sarana yang memadai. “Memberikan tutorial hukum secara online lewat telekonferensi video juga menjadi ajang yang menjanjikan. Karakter pelayanan telah berevolusi, klien pun sekarang telah tidak bergantung kepada pertemuan tatap muka di mana efisiensi pertanyaan telah menjadi dialog singkat mereka. Itu sebabnya penggunaan telekonferensi tidak hanya mambantu berinteraksi mengerjakan proyek klien,” ia menambahkan.

 

Pelaku usaha yang melaksanakan work from home (WFH/bekerja dari rumah) harus pula memastikan server teknologi dan informasi yang ada di kantor hukum dapat bekerja secara maksimal. Pada bagian lain, pelaku usaha mempunyai kewajiban profesional untuk memantau dokumen-dokumen penting yang dikirimkan ke alamat kantor dan didistibusikan kepada pekerja lain yang berada dirumah masing-masing. Lantaran memerlukan kehadiran fisik, ada sebagian pekerja yang harus datang ke kantor. Kewajiban yang sama untuk menjaga kerahasiaan klien; menepati tenggat waktu surat-surat panggilan, pemberitahuan, atau somasi dari pengadilan untuk klien yang diwakili surat-surat/dokumen perusahaan yang membutuhkan tindakan hukum sesegera mungkin ini pun berlaku pada kantor hukum (perorangan maupun lawfirm).

 

Pada saat PSBB, organ negara seperti badan peradilan di Jakarta dapat beroperasi seperti biasa. Kondisi ini memastikan keberlangsungan WFH, proses pencapaian kerja produktif, dan pelaksanaan kewajiban pelaku usaha pada kantor hukum sebagaimana maksud Pergub No. 33 Tahun 2020, pasal 9 ayat (1) dan (2).

Tags:

Berita Terkait