OJK Tengah Susun Literasi Keuangan
Berita

OJK Tengah Susun Literasi Keuangan

Agar masyarakat lebih mengetahui mengenai lembaga jasa keuangan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Acara Journalist Class yang diselenggarakan oleh OJK. Foto: Fat
Acara Journalist Class yang diselenggarakan oleh OJK. Foto: Fat

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun blue print literasi keuangan. Hal ini bertujuan agar masyarakat Indonesia dapat lebih mengetahui mengenai lembaga jasa keuangan yang ada. Hal itu dikatakan Fungsional Direktur Program Strategis Literasi Keuangan OJK, Agus Sugiarto. Menurutnya, dengan adanya blue print masyarakat diharapkan dapat mengelola keuangannya dengan baik.

"Blue print literasi keuangan agar masyarakat memiliki pengetahuan, keterampilan dan percaya diri dalam kelola keuangannya," ujar Agus dalam acara journalist class di Banten, Selasa (19/3).

Ia mengatakan, dengan adanya blue print ini masyarakat yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan kepercayaan diri dapat secara bijak mengelola keuangannya di lembaga jasa keuangan. Blue print ini masuk dalam kategori di bidang edukasi dan perlindungan konsumen.

Namun, sebelum blue print diterbitkan, OJK sebelumnya harus melakukan survei untuk mengetahui tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia. Survei dilakukan di 20 provinsi dengan 7630 sampel yang dibagi ke dalam kelompok masyarakat seperti penduduk miskin dan tidak miskin, daerah pedesaan dan kota.

"Penduduk miskin yang dimaksud berdasarkan definisi BPS," katanya.

Menurutnya, bukan OJK yang menjalankan survei. Tapi melalui perusahaan yang telah mengikuti tender. Nilai untuk melakukan survei ini sebesar Rp3,3 miliar. Survei dilakukan karena selama ini belum ada lembaga resmi yang mengeluarkan survei mengenai literasi terhadap bank, asuransi, pembiayaan, dana pensiun dan literasi keuangan lainnya secara keseluruhan.

Hasil dari survei tersebut nantinya akan dijadikan bahan bagi OJK dalam membangun sistem literasi keuangan yang firm. Sistem literasi ini dibuat lantaran selama ini banyak masyarakat Indonesia yang kurang teredukasi mengenai investasi yang aman secara logika.

"Bagaimana masyarakat tahu, lembaga jasa keuangan yang jual produk ini resmi atau tidak resmi. Diasumsikan masyarakat Indonesia belum tahu soal jasa keuangan. Kita masih belum well literate," ujarnya.

Tags: