(Baca juga: Bolehkah BPSK Selesaikan Sengketa dengan Perjanjian Kontrak? Ini Penjelasannya)
Badan ini adalah lembaga resmi yang dibentuk Pemerintah untuk memudahkan konsumen dan pelaku usaha menyelesaikan sengketa mereka. Secara normatif, kewenangan lembaga ini sudah diatur dalam Pasal 52 UU Perlindungan Konsumen, dan diuraikan lebih lanjut mekanisme penyelesaian sengketanya dalam Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP.KEP/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK. Teranyar, sudah terbit pula Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 06 Tahun 2017 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
Tugas dan Wewenang BPSK Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen
|
Mereka yang berkecimpung di dunia perlindungan konsumen belum satu suara memandang bagaimana sengketa konsumen harus ditempatkan. Mereka yang setuju berangkat dari perspektif perjanjian; yang namanya sengketa atas perjanjian berarti wanprestasi yang harus diselesaikan melalui peradilan umum. Sebaliknya, mereka yang masih mempertahankan kewenangan BPSK berdalih bahwa perjanjian kredit motor adalah hubungan konsumen dan pelaku usaha. Dalam perjanjian itu konsumen seringkali berada dalam posisi yang tak sejajar, apalagi pelaku usaha umumnya sudah mempersiapkan klausula-klausula yang harus diteken konsumen jika ingin difasilitasi lewat pembiayaan kredit.
Tulisan-tulisan yang akan dimuat dalam liputan khusus berikutnya akan memperlihatkan perspektif dari para pemangku kepentingan. Ada juga tulisan mengenai apa yang perlu diperhatikan konsumen dalam perjanjian kredit kendaraan bermotor. Ini penting agar sengketa serupa tak terulang lagi di masa mendatang.
(Baca juga: BPKN: Revisi UU Perlindungan Konsumen Harus Adopsi Prinsip Strict Liability)
Meskipun demikian tidak ada jaminan sengketa konsumen yang diajukan melalui BPSK akan nihil. Sebab, BPSK adalah lembaga penyelesaian sengketa yang ada di kota-kota besar dan jumlah kendaraan bermotor yang dibeli melalui kredit terus bertambah. Gambaran perkara di Mahkamah Agung mungkin bisa memperlihatkan fenomena yang terjadi selama ini. Pada tahun 2016 MA terima kasasi perkara perdata khusus 1.125 ditambah sisa tahun 2015 sebanyak 205. Jumlah perkara yang diterima itu sebenarnya naik 31,75% dari tahun sebelumnya (854). Paling banyak adalah PHI 791. Disusul BPSK 179; pailit/PKPU 64, HKI 40, arbitrase 19, parpol 19, KPPU 10, dan KIP 3. Berbeda di tingkat PK, BPSK hanya menempati urutan keenam.