Pandangan 2 Profesor Hukum Soal Harmonisasi Pusat-Daerah Untuk Transformasi Digital
Terbaru

Pandangan 2 Profesor Hukum Soal Harmonisasi Pusat-Daerah Untuk Transformasi Digital

Harmonisasi peraturan menjadi keharusan agar kebijakan pemerintah daerah selaras dengan pemerintah pusat.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Sekalipun terdapat peraturan perundang-undangan yang tegas mengatur kewenangan pungutan pajak baik yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah, tapi tak jarang terjadi ketidaksesuaian. “Disini tantangannya gimana agar sinkron antara kebijakan pusat dan daerah dalam konteks Indonesia yang lebih demokratis,” ujarnya.

Pemerintah daerah berperan penting untuk tercapainya kebijakan pemerintah pusat untuk percepatan transformasi digital. Untuk menggulirkan teknologi digital membutuhkan instrumen yang memadai salah satunya jaringan internet. Pemerintah daerah perlu mendukung dengan menerbitkan kebijakan yang mendukung investasi sektor telekomunikasi dan digital. Apalagi kendalanya di Indonesia infrastruktur jaringan internet belum merata di seluruh daerah.

Pria yang juga menjabat Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) itu berpendapat, dalam upaya mendukung percepatan transformasi digital, pemerintah telah menerbitkan UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai payung hukum yang bisa digunakan untuk menerbitkan kebijakan yang memberi kemudahan bagi investor bidang telekomunikasi.

“Tapi masih ada ketentuan di level daerah yang tidak senapas, maka ini perlu harmonisasi regulasi pusat dan daerah,” usulnya.

Tak boleh bertentangan aturan di atasnya

Senada, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Pelita Harapan, Prof Jamin Ginting, mengingatkan semakin mahal ongkos pembangunan infrastruktur jaringan internet yang mendukung teknologi digital maka biaya yang ditanggung masyarakat sebagai pengguna semakin mahal. Oleh karena itu kebijakan pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk menekan ongkos tersebut sehingga layanan internet yang digunakan masyarakat bisa menjadi murah dan terjangkau.

Dia berpendapat, UU 6/2023 memberi kemudahan untuk membangun sektor telekomunikasi. Beleid itu memandatkan pembangunan infrastruktur secara transparan, akuntabel dan efisien. Pasal 21 Peraturan Pemerintah (PP) No.46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran memberi fasiltas dan/atau kemudahan kepada penyelenggara telekomunikasi untuk melakukan pembangunan infrastruktur telekomunikasi seperti pungutan dan/atau retribusi berdasarkan biaya yang wajar dan menjamin kepastian berusaha.

Tak hanya itu, Prof Jamin melihat pemerintah juga menerbitkan Keppres No.3 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah serta Perpres No.17 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital di Bidang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah. Sayangnya di daerah ada peraturan yang masih membebani pembangunan infrastruktur telekomunikasi, sehingga menerapkan harga sewa yang relatif tinggi.

Misalnya, Peraturan Walikota Surabaya No.1 Tahun 2022 tentang Formula Tarif Sewa Barang Milik Daerah Tarif Sewa Barang Milik Daerah Berupa Tanah Dan/Atau Bangunan menetapkan tarif sebesar 50 persen. Besaran tarif itu dinilai terlalu mahal karena praktiknya selama ini penyelenggara telekomunikasi tidak pernah ditagih sewa.

Mengingat peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, Prof Jamin mengatakan peraturan tingkat daerah itu harus selaras dengan aturan di atasnya. Oleh karena itu penting dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi aturan yang diterbitkan pemerintah pusat dan daerah.

Nah, Peraturan Walikota Surabaya itu tidak boleh bertentangan. Bisa saja bentuknya kompensasi jadi harus ada solusi yang lebih baik. Jadi daerah harus punya solusi begitu. Jangan hanya kejar PAD,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait