Pansus RUU Desa Sulit Menyelaraskan dengan Konstitusi
Berita

Pansus RUU Desa Sulit Menyelaraskan dengan Konstitusi

Konstitusi pasca amandemen tak spesifik menyebut desa.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pansus RUU Desa Sulit Menyelaraskan dengan Konstitusi
Hukumonline

Pembahasan RUU Desa yang sedang dilakukan antara pemerintah dan DPR ternyata bukan masalah sederhana. Ada beberapa hal yang awalnya terlihat mudah namun ternyata sulit ditemui kesepakatan. Sebagai contoh adalah pemilihan kata yang akan digunakan sebagai judul undang-undang.

Ketua Pansus RUU Desa Ahmad Muqowam mencontohkan, sejak dibahas selama setahun lalu, ada perdebatan mengenai penggunaan kata ‘desa’ sebagai judul undang-undang. Karena beberapa daerah mempunyai kata sendiri untuk menyebut desa. Sebut saja misalnya kampoong dan nagari di daerah Sumatera Barat.

 Namun, secara pribadi anggota Komisi II DPR dari FPPP itu mengatakan istilah desa sudah tepat untuk digunakan. “Istilah itu sudah umum,” kata dia dalam diskusi yang digelar di kantor Megawati Institute di Jakarta, Rabu (30/1).

Menurutnya, dalam membahas RUU Desa, harus dilakukan sejernih mungkin. Pasalnya, regulasi itu nantinya akan digunakan untuk menyempurnakan berbagai peraturan perundang-undangan yang ada terkait desa. Seperti UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Untuk itu, sangat penting untuk ditelusuri tentang desa secara komprehensif. Misalnya, seperti apa pengelolaan desa di masa pemerintahan kolonial Belanda, masa penjajahan Jepang, Orde Lama, Orde Baru dan reformasi.

Ketika reformasi, Muqowam melanjutkan, pengaturan desa kembali diubah, salah satunya lewat UU Pemda. Walau ditujukan untuk menyejahterakan daerah, tapi secara umum Muqowam menilai regulasi itu gagal mencapainya. Muqowam mencatat, beberapa persoalan yang ada di UU Pemda di antaranya terkait kedudukan dan kewenangan. Oleh karenanya, UU Desa diharapkan mampu memecah berbagai persoalan yang ada dalam pengaturan desa. Misalnya, pembangunan desa harus disesuaikan dengan kondisi sumber daya alam dan manusia yang ada di desa tersebut.

Sejalan dengan pembenahan itu, Muqowam berpendapat, sedikitnya terdapat tiga kunci dalam melakukan reformasi desa. Pertama, ada penjelasan asal-usul atau pengakuan atas desa dan adat. Menurutnya, asal-usul itu akan menegaskan apa yang dimaksud dengan desa dan hubungannya dengan adat, serta memberi dasar yang kuat. Karena, di Indonesia kondisi desa yang ada di tiap daerah berbeda-beda.

Ada desa yang punya memiliki sistem adat, sehingga kedua hal itu berjalan dinamis seperti di Sumatera Barat. Ada pula desa, namun sinergisitasnya dengan adat tergolong minim, seperti di Jawa. Serta ada kondisi yang mengakibatkan tidak ada desa dan adat, itu terjadi di wilayah kota.

Tags:

Berita Terkait