Paradigma Baru Kepastian Hukum Kontrak Kerja Sama Hulu Migas
Kolom

Paradigma Baru Kepastian Hukum Kontrak Kerja Sama Hulu Migas

​​​​​​​Kontinuitas industri hulu migas perlu mendapatkan perhatian khusus oleh Pemerintah selaku stakeholder yang paling berpengaruh.

Bacaan 2 Menit

Hukumonline.com

 

Rendahnya realisasi investasi Kontraktor KKS WK Eksplorasi utamanya disebabkan oleh rendahnya harga minyak dunia pada periode tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 yang mencapai angka terendah sekitar US$30-an per barel. Selain itu, banyaknya Kontraktor KKS WK Ekplorasi yang tidak berhasil menemukan cadangan migas yang ekonomis, telah berujung kepada terminasi 44 WK Eksplorasi pada tahun 2018 sehingga menurunkan nilai investasi di WK Eksplorasi. Walaupun pada tahun 2018 terdapat kenaikan ICP dibandingkan tahun 2017, namun hal ini belum dapat mendorong investasi migas di WK Eksplorasi.

 

Urgensi Kepastian Hukum

Asas pacta sunt servanda merupakan hal esensial dalam kehidupan sosial, bisnis serta hubungan internasional. Begitupula dalam KKS, asas pacta sunt servanda ini juga telah dijadikan landasan sebagaimana dinyatakan dalam preamble KKS. Peran penting asas pacta sunt servanda ini juga terlihat pada tindakan Pemerintah yang cepat merespon Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 036/PUU/X/2012 yang berpotensi menurunnya kepercayaan sekaligus ketertarikan investor untuk berinvestasi di industri hulu migas.

 

Asas ini secara tidak langsung menjadi dasar pemikiran Pemerintah untuk segera mengeluarkan kebijakan peralihan tupoksi BPMIGAS kepada Menteri ESDM serta memastikan bahwa KKS yang telah ditandatangani tetap berlaku sampai masa berlakunya berakhir mengingat subjek hukum dalam KKS telah dibubarkan oleh Putusan MK. Tindakan yang diambil Pemerintah ini merupakan pilihan yang tepat dalam penyelamatan industri yang tercatat sebagai penyumbang terbesar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tiap tahunnya sekaligus menunjukkan adanya kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia.

 

Sedangkan apabila melihat tren dikeluarkannya aturan pada masa Kabinet Kerja jilid 1 terdapat beberapa Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) yang berumur pendek seperti Permen ESDM No. 42 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan Hulu Migas hanya 20 hari dan Permen ESDM No. 43 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik hanya 25 hari.

 

Selain itu, terdapat beberapa Permen ESDM yang mengharuskan KKS yang sudah ditandatangani mengikuti ketentuan tersebut antara lain Permen ESDM No. 36 Tahun 2016 tentang Partisipasi Interes 10%, Permen ESDM No. 48 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan Hulu Migas dan Permen ESDM No. 2 Tahun 2019 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dalam hal peraturan mengatur hal yang sebelumnya tidak terdapat pada KKS maka sepatutnya Kontraktor tetap wajib mengikuti ketentuan tersebut, yang menjadi perhatian adalah apabila peraturan mengatur lain dari yang telah disepakati dalam KKS.

 

Perlunya Paradigma Baru Dalam Pelaksanaan KKS

Mengingat objek KKS merupakan kekayaan alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dipahami bahwa  “penguasaan negara” dalam Putusan MK No 002/PUU-I/2003, dimaknai, rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Maksud dari fungsi pengaturan oleh negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah. Tindakan Pemerintah untuk menerbitkan Permen ESDM yang mengesampingkan ketentuan dalam KKS dapat diartikan sebagai bentuk pelaksanaan penguasaan negara, walaupun secara harfiah melanggar ketentuan yang telah disepakati bersama (KKS).

Tags:

Berita Terkait