Pasal Penghinaan Presiden Diminta Dihapus
RUU KUHP

Pasal Penghinaan Presiden Diminta Dihapus

Putusan MK batalkan pasal yang dihidupkan lagi ini.

RFQ
Bacaan 2 Menit

Menurutnya, jikalau presiden menjadi sasaran makian menjadi risiko yang mesti ditanggung sebagai pemegang tampuk kekuasaan negara. “Tapi bukan kemudian ada privilege khusus bahwa presiden tidak boleh dihina, itu tidak masuk akal. Jadi saya tidak setuju kalau itu (pasal penghinaan presiden, red) dimasukan ke RUU KUHP,” ujarnya di Gedung DPR.

Eva menilai dengan dibatalkannya pasal penghinaan presiden oleh MK, pemerintah harus patuh. Sebagai pelaksana putusan pengadilan, pemerintah tak boleh abai dan arogan memaksakan pasal tersebut masuk ke dalam RUU KUHP.

Ia berharap, pada saat pembahasan nanti DPR pun mematuhi putusan MK. Sama halnya dengan Romli, Eva meminta pasal tersebut dicabut dari RUU KUHP. Sebaliknya, jika dipaksakan akan dimungkinkan membuka peluang untuk diajukan uji materi ke MK. “Kalau pemerintah membangkang hukum kan aneh. Saya lihat penelikungan hukum oleh KemenkumHAM,” tambahnya.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nurwahid punya pandangan serupa. Menurutnya PKS tegas menolak pasal tersebut. Pasalnya, pasal tersebut akan mengancam sistem kebebasan berdemokrasi di tanah air. Lagipula, ia berpendapat pasal itu bersifat subyektif. Namun begitu, kepala negara tetap harus dihormati. “Akan menghadirkan demokrasi yang terbelenggu. Tapi DPR akan mengkajinya, atau menolak,” imbuh anggota Komisi I yang membidangi pertahanan itu.

Anggota Komisi II Budiman Sujatmiko berpendapat sama. Pasal tersebut dinilai sebagai kemunduran demokrasi. Bahkan, memberikan sinyalemen pemerintah pemegang kekuasaan alergi terhadap kritik masyarakat. “Langkah ini menunjukkan perwujudan wajah bengis kekuasaan dengan legitimasi undang-undang  dan memporak-porandakan civil society,” ujarnya.

Wakil ketua Komisi Hukum Aziz Syamsudin enggan berkomentar banyak. Menurutnya masyarakat diminta bersabar menunggu pembahasan antara pemerintah dengan DPR. Ia menilai masyarakat tak perlu tergesa-gesa menilai pasal itu bertentangan dengan kebebasan berpendapat yang diatur oleh perundangan. “Kalau mau ditarik ya silakan pemerintah menarik, tapi pembahasan penarikannya nanti dalam Panja,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait