MK: Pasal Pidana UU Sisdiknas Konstitusional
Berita

MK: Pasal Pidana UU Sisdiknas Konstitusional

Pasal 71 UU Sisdiknas merupakan ultimum remedium yang tidak bertentangan dengan konstitusi.

ash
Bacaan 2 Menit
Majelis MK nyatakan menolak permohonan pengujian Pasal 71 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Foto: SGP
Majelis MK nyatakan menolak permohonan pengujian Pasal 71 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Foto: SGP

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan pengujian Pasal 71 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang dimohonkan Ketua Pembina Universitas Generasi Muda Medan (UGMM) Dj Siahaan.

“Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim MK Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan di gedung MK Jakarta, Rabu (29/2).

Dj Siahaan mempersoalkan Pasal 71 UU Sisdiknas yang menyebut penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1 miliar.

Atas dasar pasal itu, pemohon pernah dipanggil Polda Sumatera Utara karena diduga melakukan tindak pidana karena memberi ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi atau vokasi tanpa hak lantaran tidak memiliki izin dari pemerintah.

Padahal, Yayasan Universitas Generasi Muda dan Akademi Perkebunan Medan - yang menaungi UGMM ini - telah berdiri sejak 22 Mei 1986 dengan akta No. 20 Tahun  1986 yang dikeluarkan Notaris Hasnil Basri Nasution.


Meski demikian, pemohon terus mengajukan permohonan pendirian UGMM sejak 1995 lewat Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta wilayah I NAD/Sumut (Kopertis I).  Namun, pada 2002 Kopertis I meminta UGMM – kampus yang telah meluluskan 40 ribu orang ini - menghentikan proses belajar mengajar termasuk mewisuda dan menerima mahasiswa baru. 

Pada tahun yang sama pula ada pengecekan keabsahan ijazah dan daftar prestasi alumni UGMM oleh Kejaksaan Agung a.n. Setia B Saragih. Kemudian pada 2006 muncul surat Dirjen Dikti yang menyatakan tidak dapat memproses pendirian UGMM karena bermasalah. Pemohon menilai Pasal 71 yang memuat sanksi pidana dan denda bagi penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin pemerintah atau  pemerintah daerah bertentangan dengan UUD 1945. 

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menegaskan penyelenggaraan satuan pendidikan oleh warga negara, badan hukum privat dan/atau kelompok masyarakat secara sukarela adalah salah satu bentuk partisipasi warga negara dalam pemerintahan yang dijamin oleh konstitusi. 

Pada sisi lain, negara yang diberi tanggung jawab oleh konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa diberi wewenang untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Ketentuan konstitusi ini mengandung makna bahwa negara dapat mengatur agar pendidikan diselenggarakan dengan benar dan bertanggung jawab sesuai amanat konstitusi,” kata Hakim Konstitusi Muhammad Alim, saat membacakan pertimbangan putusan.

Menurut Mahkamah, negara juga berkewajiban untuk melindungi hak-hak warga negara untuk mendapatkan kepastian hukum mengenai statusnya dalam jenjang pendidikan formal yang diikutinya dalam suatu unit pendidikan. 

“Adalah wajar dan sesuai tanggung jawabnya berdasarkan konstitusi, negara mengatur perizinan bagi penyelenggaraan pendidikan formal dan non-formal baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi warga negara yang mengikuti  pendidikan formal atau non-formal serta mendapatkan ijazah dan sertifikat kompetensi yang diakui oleh negara,” tutur Alim. 

Karena itu, untuk mencegah terjadinya penyelenggaraan pendidikan yang merugikan masyarakat, maka negara melalui peraturan perundang-undangan dapat melakukan pengaturan yang bersifat administratif maupun pidana. 

“Tindakan administratif dapat berupa pencabutan izin yang disertai penutupan penyelenggaraan pendidikan. Adapun ketentuan pidana berupa pidana penjara dan/atau pidana denda, seperti diatur Pasal 71 UU Sisdiknas merupakan ultimum remedium (upaya terakhir) yang tidak bertentangan dengan konstitusi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait