Pembahasan RUU Minerba Dikebut di Akhir Periode
Berita

Pembahasan RUU Minerba Dikebut di Akhir Periode

Waktu yang tersisa untuk periode Pemerintah saat ini tidak memungkinkan untuk menyelesaikan RUU tersebut.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat tinggal menghitung bulan. Dalam rapat bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Komisi VII mulai mengagendakan pembicaraan tingkat 1 draft Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba). DPR dan Pemerintah mulai membahaS Daftar Inventaris Masalah (DIM).

Dalam rapat yang juga dihadiri oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, disampaikan rencana percepatan penyelesaian RUU Minerba sebelum berakhirnya masa jabatan anggota DPR 2014-2019. Artinya dalam masa sidang yang hanya tiga minggu karena dipotong reses, DPR bersama Pemerintah ingin merampungkan RUU Minerba.

Rencana percepatan pembahasan RUU dapat dilihat sebagai langkah positif sekaligus kekhawatiran tidak terakomodasinya beragam masukan masyarakat. Manajer Advokasi dan pengembangan Program Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho mengungkapkan pertanyaan terkait langkah Pemerintah dan DPR yang hendak menyelesaikan pembahasan RUU tersebut. Ada kekhawatiran percepatan proses penyelesaian ini dikarenakan adanya kepentingan jangka pendek. “Mengapa pembahasan RUU Mineba dikebut di akhir masa jabatan ini? Padahal, setiap tahun tak kurang-kurangnya desakan dari berbagai pemangku kepentingan mendesak penyelesaian RUU Minerba karena urgensinya,” ujar Aryanto saat dihubungi hukumonline, Jumat (26/7).

(Baca juga: Revisi RUU Minerba Tekankan Hilirisasi Dalam Negeri).

Aryanto menyampaikan bahwasanya kepentingan pembenahan tata kelola sektor minerba  dari hulu sampai hilir harus menjadi semangat dalam pembahasan RUU Minerba  yang berujung pada sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ini perlu mendapat perhatian, tidak bisa hanya memperhatikan satu saja isu krusial di sektor tambang yang tengah ramai di bicarakan, terkait perpanjangan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

(Baca juga: Akhiri Polemik Perpanjangan PKP2B, Kembali ke UU Minerba).

Ia menambahkan perlu dipastikan pembahasan RUU Minerba dapat berjalan secara transparan, terbuka dan melibatkan partisipasi masyarkat secara luas. Tidak hanya pemerintah dan pelaku usaha yang dilibatkan dalam pembasan RUU Minerba ini. Tapi juga turut menyertakan akademisi, Lembaga Non Pemerintah dan terutama masyarakat di sekitar wilayah terdampak harus benar-benar terlibat dalam pembahasan RUU Minerba.

Terkait perpanjangan PKP2B, merupakan salah satu poin dalam DIM yang diajukan oleh Pemerintah saat rapat bersama Komisi VII. Menurut Aryanto, DIM yang seharusnya ditandatangani oleh sejumlah kementerian terkait, saat diajukan hanya ditandatangani oleh KESDM. Selain itu, menurut Aryanto, DIM Pemerintah dan draft yang disusun DPR telah mengubah substansi pasal 169 UU Minerba yang berlaku saat ini.

Dalam Pasal 169 UU Minerba, Kontrak Karya (KK) dan PKP2B akan mendapatkan perpanjangan otomatis selama 2 (dua) kali 10 (sepuluh) tahun dalam bentuk IUPK. Pemegang KK dan PKP2B juga diberikan hak untuk mengusahakan kembali wilayah yang mendapat IUPK dengan luas wilayah sesuai dengan rencana kerja seluruh wilayah tambang dalam penyesuaian KK atau PKP2B.

Arip Yogiawan menilai upaya percepatan pembahasan RUU Minerba kali ini adalah untuk mengakomodir upaya perpanjangan sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sudah dan akan berakhir dalam waktu dekat ini. “Untuk menyelamatkan enam perusahaan yang akan habis masanya,” ujar Arip kepada hukumonline.

Sebelumnya, Presiden telah mengembalikan draft revisi ke-6 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, kepada Kementerian ESDM yang akan menjadi landasan hukum dalam pemberian perpanjangan usaha kepada sejumlah pemegang PKP2B yang dalam waktu dekat akan berakhir. Karena itu KESDM mencabut kembali Surat Keputusan (SK) pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang sebelumnya diberikan kepada PT. Tanito Harum yang diterbitkan pada 11 Januari 2019.

DIM Bermasalah

Dalam Rapat Kerja Komisi VII tersebut bersama KESDM terungkap dua belas poin besar dalam DIM yang disampaikan Pemerintah. Diantaranya terkait: 1) Penyelesaian permasalahan antar sektor; 2) Penguatan konsep wilayah pertambangan; 3) Meningkatkan pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi nasional; 4) Memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah minerba; 5) Mendorong kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan penemuan deposit minerba.

Kemudian yang ke 6) Pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan; 7) Mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dan UU No. 23 Tahun 2014; 8) Tersedianya rencana pertambangan minerba; 9) Penguatan peran pemerintah pusat dalam pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah daerah; 10) Pemberian insentif kepada pihak yang membangun smelter dan PLTU mulut tambang; 11) Penguatan peran BUMN; 12) Perubahan KK/PKP2B menjadi IUPK dalam rangka kelanjutan operasi.

Tags:

Berita Terkait