Pembatalan Pasal Penyebaran Berita Hoaks, Berdampak Positif Bagi Demokrasi
Terbaru

Pembatalan Pasal Penyebaran Berita Hoaks, Berdampak Positif Bagi Demokrasi

Putusan MK ini arahnya perlindungan atas kepentingan umum, sehingga tidak ada ketentuan pasal pidana yang karet, hingga multi tafsir.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Fickar yang pensiunan dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu mengingatkan pers atau media serta narasumbernya sepanjang mempublikasikan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum harus dilindungi dan dibebaskan dari tuntutan penyebaran berita bohong dan pencemaran nama baik. Prinsipnya, kebebasan mengemukakan pendapat dilindungi sejauh didasarkan pada perlindungan atas prinsip kepentingan umum.

Artinya, seseorang tidak dapat dituntut sekalipun ada konteks peristiwa pribadi tapi menyangkut kepentingan umum yang terlanggar. Selama ini proses pidana penyebaran berita bohong menimbulkan dampak negatif bagi demokrasi dan kebebasan berpendapat termasuk kebebasan pers. Jika tuntutannya diajukan secara perdata maka itu merupakan hak privat, karena sepenuhnya dalam konteks pembuktian kerugian pribadi.

Tapi jika tuntutan penyebaran berita bohong dilakukan oleh pejabat publik atau negara dan kejaksaan menuntut menggunakan pasal itu, maka jelas tidak ada pijakan yuridis sosiologis. Sebab negara atau pejabat publik sesuai fungsinya menjadi ‘tong sampah’, dalam arti menampung segala aspirasi masyarakat. Terlebih ketika seseorang telah menjadi pejabat publik, maka tidak ada lagi kerugian individu karena apapun yang dikemukakan publik tentang dirinya pasti berkaitan dengan jabatan publik yang diampunya.

“Jabatan publik merupakan konsekuensi dari demokrasi, batasannya sepanjang seseorang sudah menjadi pejabat publik, maka kepentingan individunya hilang. Semua aspek tindakannya harus ditafsirkan sebagai tindakan pejabat publik,” ujarnya.

Bagi Fickar, penuntutan terhadap pidana penyebaran berita bohong merupakan tindakan yang melawan demokrasi. Individu atau pemerintah yang merasa dirugikan bisa menggunakan hak jawab dengan bukti yang dimiliki. Jika tindakan penyebaran berita bohong bentuknya masih hukum positif, proses pidananya sangat berpengaruh terhadap kebebasan pers dan demokrasi.

Senada, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid merespon positif putusan MK yang menyatakan pasal pencemaran nama baik tidak konstitusional. Putusan MK itu merupakan langkah maju jaminan HAM, termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan kebebasan media di Indonesia.

Putusan MK menegaskan kembali prinsip universal yang menekankan pembatasan dalam bentuk apapun terhadap hak atas kebebasan berekspresi harus ditafsirkan secara sempit dan memenuhi 3 kriteria. Yakni legalitas, proporsionalitas, dan kebutuhan.  

“Hal ini juga menjadi preseden positif bagi masyarakat sipil di Indonesia dan dapat membantu memajukan kerja para pembela HAM dan aktivis yang mengadvokasi keadilan di negara ini,” ujarnya.

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu mendesak pihak berwenang untuk segera dan secara efektif menegakan serta melaksanakan keputusan pengadilan. Mengambil langkah lanjut untuk melindungi dan memajukan HAM. Termasuk hak atas kebebasan berekspresi dan kebebasan media. Serta mendorong budaya dialog terbuka dan kritik yang membangun.

“Undang-undang pencemaran nama baik di Indonesia harus disesuaikan dengan standar hak asasi manusia internasional sebagai hal yang mendesak,” pungkas pria yang juga mantan koordinator Kontras itu.

Tags:

Berita Terkait