Pembentukan Konsorsium Asuransi TKI Tergesa-Gesa
Berita

Pembentukan Konsorsium Asuransi TKI Tergesa-Gesa

Tata kelola dan masalah lama asuransi TKI harus dibenahi serta dituntaskan terlebih dulu.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pembentukan Konsorsium Asuransi TKI Tergesa-Gesa
Hukumonline

Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan pembentukan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru dibentuk pemerintah dinilai terlalu cepat dan tidak akan menuntaskan masalah yang selama ini menyelimuti di bidang asuransi untuk pekerja migran. Pasalnya, sampai sekarang masih ada warisan masalah lama yang ditinggalkan konsorsium asuransi sebelumnya. Seperti birokrasi pencairan klaim asuransi yang menyulitkan pekerja migran.

“Migrant Care tidak melihat ada perbaikan asuransi TKI selama tata kelola yang digelar sama seperti konsorsium yang lama dan masalah-masalah terdahulu dipetieskan oleh Kemenakertrans,” kata Anis kepada hukumonline lewat telepon, Jumat (2/8).

Oleh karenanya, Anis menilai penting bagi OJK selaku lembaga pemerintah yang berwenang di bidang jasa keuangan memastikan agar konsorsium yang baru itu dapat memutus rantai persoalan yang selama ini merugikan pekerja migran. Apalagi, basis hukum pelaksanaan asuransi pekerja migran Indonesia yaitu Permenakertrans Nomor PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi TKI sudah dibatalkan Mahkamah Agung (MA). Padahal, regulasi yang mengatur khusus tentang asuransi pekerja migran sangat dibutuhkan agar jelas bagaimana mekanismenya berjalan.

Sedangkan Kepmenakertrans yang baru saja diterbitkan, hanya soal penunjukan beberapa perusahaan asuransi untuk mengelola asuransi pekerja migran. Menurutnya, regulasi itu hanya mengurusi masalah tender, tidak menyentuh substansi dan operasional asuransi pekerja migran. Jika berbagai hal tersebut tidak diatur lebih lanjut dan pemerintah hanya mengandalkan pembentukan tiga konsorsium asuransi TKI yang baru, maka potensi berulangnya masalah seperti praktik asuransi TKI sebelumnya akan muncul kembali.

Selain itu pemerintah dituntut untuk segera menyelesaikan berbagai persoalan asuransi yang menimpa para pekerja migran karena Anis menilai kasus-kasus yang ada cenderung dibiarkan. Seperti klaim sulit, tidak ada informasi bagaimana mengajukan klaim dan apa saja manfaat yang diperoleh pekerja migran. Serta terjadi penumpukan uang karena pekerja migran sulit melakukan klaim dan akhirnya dana yang terkumpul itu rentan diselewengkan. Anis mengimbau agar penyelesaian masalah pengelolaan asuransi TKI tidak hanya dibebani kepada Kemenakertrans, namun memerlukan keterlibatan banyak pihak. Seperti OJK dan DPR.

Sementara, koordinator Jaringan Revisi UU Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (JARI-PPTKLN), Nurus S Mufidah, berpendapat Menakertrans mestinya tidak terburu-buru membentuk konsorsium asuransi TKI. Perempuan yang disapa Fida itu mencatat jarak pasca putusan MA atas Permenakertrans Asuransi TKI dengan dibentuknya konsorsium baru pada tanggal 30 Juli 2012 tergolong sangat cepat. Menurutnya, banyak hal yang harus dilakukan agar kesalahan pengelolaan asuransi TKI sebagaimana dilaksanakan lewat konsorsium sebelumnya tidak terjadi lagi.

Apalagi, Fida menilai tidak ada perubahan signifikan antara konsorsium baru dengan yang lama. “Tidak ada perubahan mendasar terkait manfaat dan juga premi yang tinggi senilai Rp400 ribu,” ucapnya kepada hukumonlinelewat surat elektronik, Sabtu (3/8).

Tags:

Berita Terkait