Pemerintah Diminta Segera Terbitkan Regulasi Anti SLAPP
Berita

Pemerintah Diminta Segera Terbitkan Regulasi Anti SLAPP

Guna melindungi aktivis dan masyarakat yang memperjuangkan HAM dan lingkungan hidup dari potensi ancaman kekerasan atau kriminalisasi.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Aksi protes aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Selasa (8/8).
Aksi protes aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) di Taman Aspirasi Monas, Jakarta, Selasa (8/8).

Konstitusi mengamanatkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Tapi faktanya, tidak mudah bagi masyarakat untuk memperoleh hak tersebut, bahkan justru dikriminalisasi. Pernyataan ini disampaikan Desk Politik Eksekutif Nasional Walhi, Khalisah Khalid.

 

“Masyarakat yang berupaya untuk memperjuangkan hak tersebut tak jarang harus berhadapan dengan kekerasan dan kriminalisasi,” ujar Khalisah Khalid dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Baca Juga: Proyek Pembangunan Nasional Harus Perhatikan Analisis Risiko Bencana

 

Walhi mencatat selama periode 2014-2019 terdapat 146 kasus kriminalisasi yang menyasar pejuang lingkungan hidup di pulau Jawa. Kasus terbanyak terjadi di Jawa Timur (103 kasus); Yogyakarta (19 kasus); Jawa Tengah (15 kasus); Jawa Barat (5 kasus); dan Jakarta (4 kasus). Kasus terbanyak di sektor pertambangan (52 persen), kehutanan (13 persen), infrastruktur (13 persen), industri pariwisata dan properti (13 persen), dan tata ruang (5 persen).

 

Perempuan yang disapa Alin itu melanjutkan pelaku pelanggaran HAM itu dilakukan oleh aktor negara, seperti kepolisian dan TNI serta aktor nonnegara antara lain korporasi dan ormas/preman. Aktor pelanggar HAM paling banyak dilakukan kepolisian (56 persen); preman (32 persen); pemerintah (9 persen); dan TNI (1 kasus).

 

Alin mengingatkan, pemerintah wajib menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM tersebut. Sayangnya, mandat itu belum berjalan optimal dan sampai saat ini pemerintah belum menerbitkan peraturan yang melindungi pejuang HAM dan lingkungan hidup dari potensi ancaman kekerasan dan kriminalisasi.

 

Padahal, kata Alin, Pasal 66 UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur tentang perlindungan bagi pejuang lingkungan hidup (environmental human right defender) dan anti Slapp (strategic lawsuit against public participation) atau perlindungan dari tuntutan/gugatan hukum.

 

“Sampai saat ini pemerintah belum menerbitkan regulasi anti Slapp. Dalam kondisi darurat HAM dan lingkungan hidup seperti saat ini, pemerintah harus segera menerbitkan peraturan teknis Pasal 66 UU No.32 Tahun 2009,” pintanya.

 

Belum lagi, tindakan yang dilakukan korporasi untuk merampas ruang hidup masyarakat itu mendapat sokongan dari lembaga keuangan/perbankan selaku pihak yang memberi pinjaman kepada korporasi yang bersangkutan. Walhi mencatat lebih dari 40 lembaga pembiayaan yang ikut terlibat dalam kerusakan lingkungan hidup.

 

Dia juga mengingatkan Peraturan OJK No.51 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan Bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik mengatur lembaga pembiayaan untuk menjalankan prinsip investasi yang bertanggung jawab, serta prinsip pengelolaan resiko sosial dan lingkungan hidup.

 

Masih marak

Dalam 5 tahun ke depan, Alin memperkirakan tren kekerasan dan kriminalisasi terhadap aktivis HAM dan lingkungan hidup masih marak karena pemerintah memberi karpet merah terhadap pembangunan ekonomi, infrastruktur, dan investasi. Kebijakan itu diyakini bakal mengancam ruang hidup masyarakat dan hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Karena itu, Alin berharap pemerintah segera menerbitkan regulasi yang melindungi aktivis HAM dan lingkungan hidup dari ancaman kekerasan dan kriminalisasi.

 

“Kami mendesak pemerintah untuk segera menghentikan kekerasan dan kriminalsiasi terhadap pejuang HAM dan lingkungan hidup,” tegas Alin.

 

Kepala Departemen Advokasi Walhi Jawa Timur, Fandi mengatakan kasus pelanggaran HAM yang menimpa pejuang lingkungan hidup paling banyak terjadi di sektor pertambangan dan kehutanan. Salah satu kasus kekerasan yang paling diketahui publik yakni pembunuhan terhadap petani asal Lumajang Jawa Timur, Salim Kancil.

 

Selain pihak swasta, Fandi juga mencatat kriminalisasi kerap dilakukan oleh perusahaan plat merah. Seperti kasus yang dialami petani asal Banyuwangi, Satumin, yang dikriminalisasi dengan tuduhan melakukan perambahan di lahan milik Perhutani.

 

“Selain itu, ada kasus Budi Pego, pegiat lingkungan hidup asal Banyuwangi yang menolak tambang emas di daerahnya, dia dilaporkan pihak perusahaan. Budi dikriminalisasi dengan dituduh komunis,” kata Fandi.

Tags:

Berita Terkait