Pemerintah Diminta Stop Perpanjang Kontrak Koba Tin
Aktual

Pemerintah Diminta Stop Perpanjang Kontrak Koba Tin

YOZ
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Diminta Stop Perpanjang Kontrak Koba Tin
Hukumonline

IRESS meminta Kementerian ESDM untuk segera menghentikan proses evaluasi kontrak karya (KK) Koba Tin yang saat ini sedang berlangsung, karena hal tersebut hanya akal-akalan untuk  memperpanjang kontrak kepada asing (MSC). Padahal perusahaan milik negara, PT Timah dan juga BUMD Provinsi Babel telah menyatakan siap dan mampu melanjutkan  kegiatan penambangan di wilayah kerja (WK) Koba Tin tersebut.

Direktur Eksekutif IRESSS, Marwan Batubara mengatakan, sikap pemerintah yang masih bersedia mengevaluasi KK Koba Tin sangat bertentangan dengan kepentingan strategis nasional dan merendahkan martabat bangsa. Menurutnya, jika dikelola oleh PT Timah bersama BUMD, seluruh keuntungan tambang akan dinikmati rakyat.

“Sementara, sepak terjang Koba Tin selama ini justru telah merugikan negara dan PT Timah. Koba Tin telah dengan sengaja melanggar dan melecehkan hukum Indonesia,” katanya.

Berdasarkan Laporan Keuangan Koba Tin yang diperoleh IRESS dari Komisi VII DPR, ditemukan bahwa pada tahun 2009, 2011 dan 2012 Koba Tin mengalami kerugian cukup besar, yakni masing-masing US$6.084.919 US$6.290.379 dan US$40.910.000.

Menurut Marwan, beberapa hal esensial yang dapat dicatat dari Laporan Keuangan Koba Tin adalah; Harga jual produk timah Koba Tin lebih rendah dibanding harga jual PT Timah; Terjadi kerugian hedging 5 tahun terakhir, antara US$ 743.000 hingga US$ 2.082.000; Tingginya biaya operasional dalam kurun 5 tahun terakhir lebih besar dari 90% terhadap penjualan, dan dalam 2 tahun terakhir telah mengalami rugi operasi.

Kemudian, tingginya biaya lain-lain, berupa pembebanan interest expense on advances ke MSC dan pembayaran bunga pinjaman berkisar USD 980 ribu (2011) dan USD 4,8 juta (2008); Total aset turun dari US$ 110 juta (2008) menjadi US$ 78 juta (2012). Total utang meningkat dari US$ 56 juta (2008) menjadi US$ 74 juta, atau naik 33%. Sementara ekuitas turun dari US$ 54 juta (2008) menjadi US$ 3,9 juta (2012).

Marwan mengatakan, dengan kondisi keuangan yang terus memburuk, maka ke depan penerimaan negara berupa pajak akan terus menurun atau hilang sama sekali. “Selain itu, Koba Tin akan mengalami kesulitan memenuhi kewajiban keuangan, sehingga ujungnya penerimaan negara akan tidak optimal, dan negara pasti dirugikan,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait