Pemerintah Dorong Pelindungan Pekerja Migran Responsif Gender
Terbaru

Pemerintah Dorong Pelindungan Pekerja Migran Responsif Gender

Sebagai upaya mendorong tata kelola migrasi tenaga kerja yang responsif gender pemerintah meluncurkan buku Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Peluncuran buku Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender yang diselenggarakan ILO Jakarta dan Jaringan Buruh Migran (JBM) di Jakarta.
Peluncuran buku Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender yang diselenggarakan ILO Jakarta dan Jaringan Buruh Migran (JBM) di Jakarta.

Pembenahan tata kelola migrasi bagi buruh migran Indonesia terus dilakukan pemerintah. Sebagai upaya mewujudkan hal tersebut pemerintah bekerja sama dengan ILO Jakarta dan Jaringan Buruh Migran (JBM) meluncurkan buku berjudul Panduan Teknis Penyelenggaraan Layanan dan Pelindungan PMI yang Responsif Gender.

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengatakan panduan itu ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan komitmen pemangku kepentingan tentang urgensi dan upaya pemerintah memastikan tata kelola migrasi tenaga kerja responsif gender dan Covid-19.

"Kami sangat mengapresiasi kolaborasi Tim Kemnaker bekerja sama dengan Tim ILO Jakarta dan JBM, untuk terus meningkatkan pelindungan kepada PMI terutama dari banyak masalah yang dihadapi PMI," kata kata Ida dalam keterangan tertulis, Rabu (30/03/2022).

Baca:

Panduan teknis itu merupakan hasil dari penelitian dan temuan di lapangan. Buku itu juga memuat sejumlah rekomendasi bagi semua pemangku kepentingan untuk perbaikan tata kelola penempatan dan pelindungan buruh migran secara terpadu, holistik, dan berkesinambungan.

Ida menekankan responsif gender bukan berarti memberi keistimewaan bagi buruh migran perempuan. Tapi bagaimana menerapkan prinsip “kesetaraan dan keadilan gender” serta persamaan hak bagi semua pekerja migran. Sekaligus memberikan perlindungan, pemenuhan, dan penanganan responsif terhadap kebutuhan yang berbeda dari berbagai kelompok gender yang ada.

Pekerja migran merupakan kelompok yang rentan mengalami eksploitasi dan pelecehan serta pelanggaran hak ketenagakerjaan. Data Crisis Center BP2MI (sebelumnya BNP2TKI, red) periode 2017-2019 menerima 12.508 pengaduan dengan mayoritas kasus yang diadukan dari pekerja rumah tangga dan anak buah kapal.

Berbagai masalah yang diadukan terkait pelanggaran HAM, eksploitasi kerja termasuk upah tidak dibayar, jam kerja panjang, dan bekerja tidak sesuai perjanjian kerja. Kemudian overcharging, penipuan peluang kerja, pelecehan, kekerasan, dan tindak pidana perdagangan orang.

Berdasarkan data dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesa (BP2MI) total data penempatan PMI sebanyak 4,4 juta orang yang tersebar di Eropa dan Timur Tengah sebanyak 886 ribu orang (20 persen); Asia dan Afrika 3,4 juta (78 persen); Amerika dan Pasifik 87 ribu (1,9 persen). Negara tujuan penempatan terbanyak adalah Hongkong, Taiwan, Singapura, Korea Selatan, dan Saudi Arabia. Sementara data Bank Indonesia tahun 2018 remintansi PMI mencapai Rp 153,6 triliun. 

Sekretaris Nasional JBM, Savitri Wisnuwardhani, menegaskan panduan gender disusun melalui sebuah proses penelitian yang inklusif dan partisipatif dari berbagai pihak, terutama mendengarkan suara dan aspirasi perempuan pekerja migran. Pihak yang terlibat mulai dari perwakilan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerintah desa, perwakilan serikat buruh, organisasi yang peduli kepada PMI, dan perwakilan dari P3MI, serta tokoh masyarakat dan tokoh agama di wilayah penelitian.

Savitri menjelaskan dari seluruh rangkaian perencanan hingga penyusunan panduan teknis tersebut, mulai dari kegiatan diskusi kelompok terarah hingga finalisasi panduan telah melibatkan hampir sekitar 225 orang. “Panduan ini memiliki kelebihan dengan menempatkan responsif gender sebagai kerangka kerja untuk memastikan layanan dan tata kelola migrasi ketenagakerjaan yang aman dan adil,” lanjutnya.

Selaras dengan itu, dia mengingatkan pelaksanaan UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) dilakukan secara serius. Beleid itu penting guna memastikan kebijakan dan layanan pelindungan buruh migran Indonesia dilakukan secara menyeluruh pada setiap tahap migrasi. Seluruh pemangku kepentingan juga dilibatkan agar kebijakan yang diterbitkan sesuai kebutuhan buruh migran.

Tags:

Berita Terkait