Pemerintah Gagas Penghapusan IMB dan AMDAL
Utama

Pemerintah Gagas Penghapusan IMB dan AMDAL

Dapat mengacaukan pengawasan bangunan. Rantai birokrasi perizinan yang harus dipangkas.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Asisten Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang, Vera Revina Sari menyebutkan adanya perbedaan antara RDTR dengan IMB dan AMDAL. Menurut Vina, RDTR merupakan instrumen perencanaan. Sementara alat pengendalian pemanfaatan ruang salah satunya merupakan Izin yang mana IMB termasuk di dalamnya. “Kalau RDTR itu domain publik jadi disitu kita atur semua sumber daya demi keadilan. Tapi kalau IMB itu instrumen domai privat. Jadi bagaimana mau kita tiadakan dengan domain publik macam RDTR?,” ujar Vina.

Ia mencontohkan karakterisitik DKI Jakarta yang banyak memiliki gedung-gedung tinggi. Menurut Vina, pengendalian terhadap pembangunan gedung-gedung tinggi dilakukan lewat IMB. Pihak yang mendirikan gedung menyampaikan permohonan penerbitan IMB. Dalam IMB terdapat komponen pengaturan seperti struktur gedung, unsur mekanikal dan elektrikal, dan lain-lain yang --menurut Vina -- tidak diatur dalam substansi RDTR.

(Baca juga: Sejumlah Hambatan yang Perlu Disempurnakan dalam OSS).

Kalaupun ingin melakukan perbaikan, yang seharusnya menjadi perhatian adalah memangkas rantai birokrasi yang tidak perlu dalam proses permohonan IMB. Jika Pemerintah mengevaluasi panjangnya rantai birokrasi perizinan, maka hal perlu dilakukan adalah memperpendek jalur birokrasi. Dengan begitu proses akan lebih singkat dan mudah. “Rantai yang tidak perlu dipotong, karena IMB adalah instrumen pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang,” ujar Vina.

IMB, Vina menambahkan, memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. Keberadaan IMB akan menjamin hak masyarakat jika suatu saat terjadi persoalan terkait RDTR. Menurut Vina, hak masyarakat lebih terjamin selama tidak melakukan perubahan bangunan yang bertentangan dengan IMB maka tidak perlu khawatir jika suatu saat terdapat RDTR yang berbeda dengan IMB. “Nah kalau saya tidak punya IMB, Pemerintah kota bisa saja mendemolis seandainya ada perubahan. Itu yang perlu diperhatikan.

Ketua Asosiasi Sekolah Perencana Indonesia (ASPI), Iwan Rudianto menyebutkan, RDTR hanya akan mengurusi perencanaan dan tata ruang secara umum. Dengan begitu, aspek teknis lainnya tidak termasuk dalam RDTR. Misalnya persoalan keselamatan gedung hingga dampak lingkungan bisa luput meskipun sebelumnya telah dituangkan dalam peta RDTR wilayah. Untuk itu menurut Iwan, IMB masih sangat diperlukan.

Rudianto meyakini belum semua daerah memiliki RDTR, dan belum ada instrumen aturan yang mengaturnya. “Kalau RDTR belum ada bagaiman? Permasalahannya kan soal waktu dan biaya. Kenapa tidak diberi insentif saja bagi daerah yang menerbitkan perizinan dengan cepat,” ujar Iwan.

Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia, Ahmad Djuhara menaruh perhatian kepada aspek keselamatan pengguna bangunan. Menurut Ahmad, keselamatan pengguna jauh lebih penting jika dibandingkan dengan kecepatan pembangunan gedung. Jika kecepatan pembangunan gedung mengakibatkan adanya konstruksi yang tidak aman bagi pengguna gedung, maka hal ini sama saja menimbulkan kekacauan. Untuk itu, fungsi dari IMB maupun AMDAL menjadi penting dalam hal ini.

Untuk itu, senada dengan pembicara lainnya, Ahmad mendorong pemangkasan birokrasi dan potensi biaya yang tidak seharusnya dikeluarkan dalam pengurusan IMB atau AMDAL. Bukan dengan jalan menghapus keduanya. “Saya tidak setuju IMB dihapus. Kalau mau pangkas sebatas korupsi dan penyebab ekonomi biaya tinggi. Pabrik dan gedung bisa cepat tapi kalau IMB dihapus yah kacau,” ungakp Ahmad.

Tags:

Berita Terkait