Pemerintah Harus Bereskan Aspek Hukum Sebelum Pindahkan Ibukota Negara
Berita

Pemerintah Harus Bereskan Aspek Hukum Sebelum Pindahkan Ibukota Negara

Menyangkut berbagai regulasi teknis dan visi jangka panjang pemindahan Ibukota negara.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Pemindahan lembaga-lembaga tersebut pun tentunya akan dilakukan bertahap. Soal teknis regulasinya, Fitra menilai perlu ada semacam undang-undang khusus yang menganulir soal kedudukan lembaga-lembaga negara tersebut di Ibukota negara selama proses transisi tersebut.

Ada dua pasal yang menyinggung Ibukota negara dalam konstitusi. Pertama, pasal 2 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di Ibukota negara. Lalu, ada Pasal 23G ayat (1) yang menegaskan BPK berkedudukan di ibukota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Selebihnya, hampir semua undang-undang sektoral lembaga negara mengatur bahwa kedudukan lembaga negara berada di Ibukota negara.

Visi Pemindahan Jauh Lebih Penting

Fitra mengatakan bahwa persoalan teknis pemindahan Ibukota negara bukan persoalan yang utama. Justru, visi jangka panjang dari pemindahan Ibukota negara yang harus bisa dijelaskan oleh pemerintah dengan sangat meyakinkan. “Detil teknis memang tidak bisa diremehkan, tapi soal gagasan besar apa dari pemindahan ini yang harus dijelaskan kepada rakyat, disepakati bersama parlemen,” ujarnya.

Fitra menjelaskan bahwa sepanjang sejarah ketatanegaraan, Indonesia pernah mengalami perpindahan Ibukota saat negara dalam keadaan bahaya. Oleh karena itu, tidak banyak gagasan yang menjadi alasan pemindahan saat itu selain dalam rangka mempertahankan kedaulatan. “Perpindahan kali ini tentu dengan terencana. Jangan sampai hanya menghindari masalah sesaat namun justru menghasilkan masalah yang lebih besar,” kata Fitra.

Momen pemindahan Ibukota negara dilihat Fitra harus dijadikan langkah untuk sambil mengeksekusi berbagai langkah maju pembangunan bangsa. “Jadi ada paradigma baru dengan Ibukota baru. Termasuk ini Jakarta akan dibuat seperti apa setelah ditinggalkan,” ia menambahkan.

Bappenas mengumumkan perkiraan biaya pemindahan Ibukota sebesar Rp323 triliun hingga Rp446 triliun. Namun Fitra memperkirakan biaya sebenarnya jauh lebih besar dari itu termasuk biaya imateril yang harus diperhitungkan pemerintah. “Ini akan menyerap energi bangsa yang sangat besar. Sehingga energi dan anggaran besar yang dihabiskan untuk pemindahan Ibukota negara kelak tidak sia-sia,” katanya.

(Baca juga: Jika Ibukota Negara Dipindah, Begini Implikasi Hukumnya).

Perlu diketahui, penamaan Daerah Khusus Ibukota pertama kali tertuang dalam Penetapan Presiden Republik Indonesia (Penpres) No. 2 Tahun 1961 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya yang kemudian menjadi UU PNPS No. 2 Tahun 1961. Dalam pertimbangannya, Presiden Soekarno menyatakan Jakarta Raya sebagai Ibukota Negara dijadikan kota indoktrinasi, kota teladan, dan kota cita-cita bagi seluruh bangsa Indonesia sehingga harus perlu memenuhi syarat-syarat minimum dari kota internasional sesegera mungkin.

Tags:

Berita Terkait