Pemerintah Ingatkan Penerapan Standar Kerja Layak Sektor Kelapa Sawit
Terbaru

Pemerintah Ingatkan Penerapan Standar Kerja Layak Sektor Kelapa Sawit

Pemerintah diharapkan menetapkan kebijakan perlindungan buruh perkebunan sawit dengan jaminan atas kepastian kerja, upah layak, dan perlindungan atas keselamatan kerja, serta jaminan sosial.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Perkebunan kelapa sawit. Foto: Documen Hol.
Perkebunan kelapa sawit. Foto: Documen Hol.

Industri kelapa sawit dinilai penting terhadap perekonomian Indonesia. Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan berupaya mewujudkan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan di sektor kelapa sawit guna meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh di sektor tersebut.

"Ini dikarenakan sektor kelapa sawit identik dengan pekerjaan yang menyerap banyak tenaga kerja dengan tingkat mayoritas pendidikan rendah," kata Indah dalam keterangannya, Selasa (14/9/2021). (Baca Juga: Prospek dan Tantangan Perkebunan Sawit Pasca Berlakunya UU Cipta Kerja)

Indah menyebut data Kementerian Pertanian Tahun 2019 menunjukkan jumlah petani kelapa sawit mencapai 2,67 juta orang. Jumlah tenaga kerja di perkebunan kelapa sawit sebanyak 4,42 juta pekerja/buruh meliputi 4 juta pekerja/buruh di perkebunan kelapa sawit besar swasta nasional; 321 ribu pekerja/buruh di perkebunan besar milik negara; dan 91 ribu pekerja/buruh di perkebunan kelapa sawit besar milik asing.

Hubungan kerja di sektor perkebunan sawit menurut Indah sebagian besar menggunakan mekanisme perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan buruh harian. "Ini berdampak pada perlindungan dan syarat kerjanya tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), Alih Daya, Waktu Kerja, Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja," ujarnya.

Melansir data BPS November 2020, Indah mencatat dari luas perkebunan kelapa sawit sebesar 14,60 juta hektar, perkebunan besar negara sebanyak 614.756 hektar; milik perusahaan besar swasta 7.892.706 hektar. "Oleh karena itu, sektor kelapa sawit menjadi salah satu isu hubungan industrial yang perlu diperhatikan, khususnya mengenai perlindungan tenaga kerjanya," ujarnya.

Indah menekankan pemerintah berkepentingan agar produk-produk hasil industri dapat diterima secara kompetitif di pasar global. Dalam konteks ini beberapa pembeli/buyers terkadang menghendaki adanya standar-standar produksi yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau industri. "Terkait sektor ketenagakerjaan perlu adanya penerapan standar kerja layak (decent work) di sektor kelapa sawit," lanjutnya.

Dia melanjutkan hubungan kerja di sektor kelapa sawit berpotensi terkena dampak pandemi Covid-19. Karena itu, perlu dilakukan antisipasi terhadap kemungkinan terburuk akibat pandemi Covid-19 dengan meningkatkan kualitas dialog sosial dalam merespon dampak pandemi terhadap hubungan kerja. Melalui dialog itu diharapkan dapat merumuskan dan menyepakati hal-hal yang akan menjadi solusi bersama dalam meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan pekerja sektor kelapa sawit.

Indah menyebut Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, berharap sektor kelapa sawit dapat berperan penting dalam penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja akan terus bertambah seiring meningkatnya produksi kelapa sawit.

Situasinya berbanding terbalik

Terpisah, Direktur Eksekutif Sawit Watch, Inda Fatinaware, mengatakan industri sawit telah lama menjadi sektor unggulan pemerintah dan telah memberikan banyak kontribusi bagi penerimaan negara. Namun situasi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi buruh perkebunan sawit.

Misalnya, pekerja/buruh perkebunan sawit tidak memiliki kepastian status hubungan kerja, upah berdasarkan hasil kerja, beban kerja berat, target harian yang mustahil dicapai, dan jaminan sosial yang tidak memadai, serta tekanan atas kebebasan berserikat.

Alih-alih menetapkan kebijakan yang melindungi buruh, Inda melihat pemerintah malah menerbitkan UU Cipta Kerja yang menghilangkan kepastian kerja, upah, dan perlindungan sosial. UU Cipta Kerja semakin membuat kondisi pekerja/buruh perkebunan sawit semakin sulit karena status hubungan kerjanya berportensi sebagai buruh harian lepas, buruh kontrak atau buruh dalam hubungan kerja tidak permanen tanpa kepastian status kerja, upah dan jaminan sosial.

“Sawit Watch menilai Omnibus Law Cipta Kerja memperlihatkan bagaimana pemerintah tidak hadir memberikan jaminan kepastian kerja. Hilangya kepastian kerja akan menghilangkan jaminan kepastian upah dan jaminan sosial,” ujar Inda.

Inda mengusulkan pemerintah menetapkan kebijakan perlindungan buruh perkebunan sawit dengan jaminan atas kepastian kerja, upah layak, dan perlindungan atas keselamatan kerja serta jaminan sosial. Dia mengingatkan sistem kerja perkebunan kelapa sawit berbeda dengan industri manufaktur. Begitu juga dengan jumlah tenaga kerja yang terserap dan kontribusi terhadap penerimaan negara.

“Seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan perlindungan bagi pekerja/buruh perkebunan kelapa sawit,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait