Pemerintah Wajib Perluas Stakeholder Saat Kaji RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan
Berita

Pemerintah Wajib Perluas Stakeholder Saat Kaji RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan

​​​​​​​Kajian melibatkan pihak-pihak dari setiap agama resmi di Indonesia.

RED
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Wajib Perluas Stakeholder Saat Kaji RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan
Hukumonline

Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengajak seluruh pihak untuk membahas mengenai Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, supaya tidak menjadi diskriminatif mengingat pendidikan keagamaan di Indonesia tidak hanya Islam. Untuk itu, Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah Trisno Raharjo mengatakan, perlu ada kajian secara mendalam sebelum membahas lebih jauh terkait RUU tersebut.

 

"Pemerintah perlu melibatkan 'stakeholder' yang lebih luas, karena yang kami ketahui Kementerian Agama itu lebih banyak dan berkonsentrasi kepada pesantren dan pendidikan keagamaan Islam saja, padahal di dalamnya lebih luas dari itu," kata Trisno usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (26/10).

 

Muhammadiyah menilai perlu dilakukan kajian secara menyeluruh yang melibatkan pihak-pihak dari setiap agama resmi di Indonesia. Trisno mengatakan secara prinsip Muhammadiyah memahami maksud dimunculkannya pembahasan RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

 

Namun, dia mengingatkan bahwa pendidikan keagamaan di Indonesia tentu menyangkut lima agama lain yang diakui Pemerintah, seperti pendidikan agama Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha dan Konghucu. "Yang tampak sekarang ini, seolah-olah RUU ini hanya membahas pesantren dan pendidikan agama Islam. Itu kan (seharusnya) lebih luas. Ini yang kami lihat harus dikaji sebaik-baiknya. Sampai saat ini kami masih melihat bahwa ini lebih tepat satu sistem," jelasnya.

 

Sebelumnya, DPR melalui rapat paripurna pada Selasa (16/10) menyetujui adanya RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai usulan inisiatif dari DPR RI. Pembahasan draf RUU tersebut, menurut DPR, telah mendapat masukan dari sejumlah pimpinan pondok pesantren, pimpinan lembaga diniah serta akademisi.

 

Namun usulan RUU tersebut mendapat kritik dari berbagai pihak, salah satunya Muhammadiyah, yang memandang perlu untuk memisahkan antara "pesantren" dan "pendidikan keagamaan". Pendidikan keagamaan di Indonesia tidak hanya Islam, melainkan ada beberapa sekolah agama seperti seminari dan sekolah teologi.

 

Baca:

 

Sementara itu, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyambut baik dibahasnya RUU tersebut. Namun, PGI memberikan sejumlah catatan terkait substansi dari RUU tersebut. Menurut PGI, ketika membahas tentang pendidikan dan pembinaan di kalangan umat Kristen, RUU ini tidak memahami konsep pendidikan keagamaan Kristen di mana ada pendidikan formal melalui sekolah-sekolah yang didirikan oleh gereja-gereja dan ada pendidikan nonformal melalui kegiatan pelayanan di gereja.

Tags:

Berita Terkait