Pemohon Diminta Bawa Undang-Undang yang Asli
Pengujian UU Pornografi

Pemohon Diminta Bawa Undang-Undang yang Asli

Isi salah satu pasal yang diuji pemohon ternyata berbeda dengan yang tertera dalam UU Pornografi yang asli. Mungkin Anda kutip RUU (Rancangan Undang-Undang), karena terlalu emosional, sampai tak melihat UU nya lagi, ujar Hakim Konstitusi Akil Mochtar.

Ali
Bacaan 2 Menit
Pemohon Diminta Bawa Undang-Undang yang Asli
Hukumonline

 

Perbedaan isi Pasal 1 angka 1 dalam permohonan dengan dalam UU Pornografi yang asli memang sangat jauh. Dalam permohonan, Pasal itu berbunyi 'Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai nilai kesusilaan dalam masyarakat'.

 

Sedangkan dalam UU Pornografi yang asli, pasal itu berbunyi 'Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat'. Itu beda jauh pengertiannya, ujar Akil lagi. 

 

Selain itu, Panel Hakim Konstitusi juga mencatat ada ketidaksinkronan antara posita dengan petitum. Pertama, dalam posita, pemohon menguraikan Pasal 1 angka 1 UU Pornografi. Namun, dalam petitum, pemohon meminta Pasal 1 Ayat (1) untuk dinyatakan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh MK. Kedua, dalam posita, pemohon menguraikan Pasal 4 ayat (1) huruf d. Namun, dalam petitum, pemohon justru meminta MK menyatakan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat seluruh isi Pasal 4. Ini tak cocok dengan petitumnya. Mohon diperiksa kembali permohonan ini, pinta Maria.

 

Tak hanya itu, pemohon juga dianggap 'mencatut' kebudayaan suku-suku yang ada di Indonesia. Dalam permohonan, pemohon memang menguraikan UU Pornografi merugikan adat istiadat Betawi, Sunda, Jawa dan Bali. Anda tak bisa mengklaim seperti itu. Pemohon kan berasal dari Minahasa, tutur Mukthie.      

 

Kedudukan pemohon sebagai kesatuan masyarakat hukum adat Minahasa juga menuai kritikan dari hakim konstitusi. Pasalnya, beberapa pemohon justru tampil mewakili organisasinya masing-masing. Contohnya adalah Jeffrey Delarue yang berasal dari DPP KNPI Sulawesi Utara. KNPI itu kan ormas, bukan kesatuan masyarakat hukum adat, tegas Akil.

 

Lagipula, lanjut Akil, para pemohon juga tak bisa seenaknya tampil mewakili organisasinya tanpa mendapat surat mandat. Mayoritas pemohon memang tampil sebagai wakil organisasi tempat mereka bernaung. Selain dari KNPI, perwakilan organisasi yang menjadi pemohon ada yang berasal dari Gereja Masehi Injil Minahasa, DPD Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Sulut, Forum Pemuda Lintas Gereja Manado dan lain-lain. Karena ini struktural, harus ada legalitas untuk bertindak. Dasarnya apa? ujar Akil lagi.

 

Kesalahan-kesalahan yang banyak dalam permohonan ini, sontak mendapat tanggapan yang keras dari panel hakim konstitusi. Yang menjadi sasaran tentu saja kuasa hukum pemohon yang membuat permohonan. Masak kantor hukum sebesar OC Kaligis bisa ceroboh seperti ini? kata Akil.

 

Perbaiki Permohonan

Ditemui usai persidangan, kuasa hukum pemohon Rico Pandeirot mengakui kesalahan-kesalahan tersebut. Ia mengakui kerugian kesatuan masyarakat hukum adat kurang tereksploitasi dengan baik. Dalam permohonan, Rico memang mengaku melihat dari perspektif kenusantaraan. Karenanya, ia mencontohkan adat istiadat Sunda, Jawa, dan Bali.

 

Rico juga mengakui ada kesalahan redaksional dalam mengutip isi Pasal 1 angka 1. Ia pun tak mengetahui darimana kutipan itu berasal. Terus terang saja saya tidak tahu. Yang mengutip itu anak buah saya, elaknya. Meski begitu, ia berjanji akan memperbaiki kesalahan-kesalahan tersebut. Sejauh mana yang perlu diperbaiki, akan kita perbaiki, pungkas advokat dari Kantor Hukum OCK & Associates  ini.

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi (UU Pornografi). Dalam sidang perdana ini, panel hakim konstitusi memberikan beberapa catatan terhadap permohonan yang diajukan oleh perwakilan masyarakat hukum adat Minahasa. Para hakim konstitusi bahkan menilai permohonan masih berantakan.  

 

Salah satu yang disoroti adalah kesalahan pemohon dalam mengutip redaksional isi Pasal 1 angka 1 UU Pornografi. Kutipan Pasal 1 angka 1 ini berbeda dengan yang ada dalam Lembaran Negara. Mohon Saudara cari UU yang asli, ujar Ketua Panel Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati di ruang sidang MK, Senin (23/2).  

 

Hakim Konstitusi Abdul Mukthie Fadjar bahkan mengingatkan UU yang bisa diuji di MK adalah UU yang resmi. Artinya, UU itu terdaftar dalam lembaran negara. Ia mengingatkan bila pemohon mengambil UU dari sumber lain seperti buku, maka ada kemungkinan salah cetak. Saudara ambil dari lembaran negara, sarannya.

 

Hakim Konstitusi Akil Mochtar bahkan bersuara lebih keras. Menurutnya, kesalahan semacam ini merupakan kecerobohan yang sangat besar. Ia menduga kuasa pemohon bukan mengambil UU yang telah disahkan, melainkan masih dalam bentuk RUU (Rancangan Undang-Undang). Mungkin anda kutip RUU (Rancangan Undang-Undang), karena terlalu emosional, sampai tak melihat UU nya lagi, kritiknya. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: