Pemusnahan Uang Kertas Tahun 2014 Alami Peningkatan
Berita

Pemusnahan Uang Kertas Tahun 2014 Alami Peningkatan

Pemusnahan uang rupiah ini diatur dalam PBI Nomor 17/1/PBI/2015 tentang jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2014.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Pemusnahan Uang Kertas Tahun 2014 Alami Peningkatan
Hukumonline
Bank Indonesia (BI) menyatakan, pemusnahan uang kertas pada tahun 2014 mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya. Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto, mengatakan sepanjang tahun 2014, uang kertas yang dimusnahkan sebanyak 5,19 miliar bilyet atau Rp111,7 triliun.

Angka ini lebih tinggi empat persen jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 5,01 miliar bilyet. Eko mengatakan, pecahan uang kertas terbanyak disumbang dari Rp2000 dan Rp5000 yang mencapai angka 46 persen dari keseluruhan uang yang dimusnahkan.

“Pecahan Rp2000 paling banyak yakni 1,34 milyar bilyet, naik dari sebelumnya 1,27 milyar bilyet pada tahun 2013. Sementara pecahan Rp5000 mengikuti dengan jumlah pemusnahan sebesar 1,05 milyar bilyet,” katanya di Gedung BI, Jakarta, Rabu (4/2).

Sedangkan untuk pecahan Rp100 ribu sebanyak 401,9 juta bilyet yang dimusnahkan. Untuk uang pecahan Rp50 ribu sebanyak 800 juta bilyet. Sementara untuk pecahan Rp20 ribu sekitar 400 juta lembar dan pecahan Rp10 ribu sebanyak 758,4 juta lembar yang dimusnahkan.

Pemusnahan uang rupiah ini diatur dalam PBI Nomor 17/1/PBI/2015 tentang jumlah dan Nilai Nominal Uang Rupiah yang Dimusnahkan Tahun 2014. Dalam aturan tersebut, terdapat kriteria yang menjadi dasar pemusnahan uang. Seperti, uang tersebut sudah lusuh, yaitu bentuk dan fisiknya tak berubah tapi kondisinya telah berubah karena jamur, minyak, bahan kimia atau coretan.

Kriteria lainnya adalah uang yang sudah rusak. Ukuran dan fisik uang yang masuk kategori ini telah berubah dari ukuran dan bentuk aslinya. Bentuk ukuran dan fisik uang tersebut berubah bisa karena terbakar, berlubang, robek atau mengkerut. Sedangkan kriteria lainnya adalah uang yang sudah ditarik dan dicabut peredarannya.

Setiap tahun lanjut Eko, BI menganggarkan sebesar Rp3,5 triliun untuk biaya cetak uang dan pendistribusian. Dengan anggaran sebesar itu, maka dapat menghasilkan sebesar 7,9 hingga 8,3 miliar lembar uang kartal untuk seluruh pecahan. Untuk biaya cetak termahal, terdapat pada uang pecahan Rp100 ribu.

“Yang paling mahal untuk dicetak itu uang pecahan Rp100 ribu. Untuk seribu logam itu lebih murah,” kata Eko.

Terdapat sejumlah cara untuk memusnahkan uang oleh BI. Pertama, uang kartal tersebut disortir dengan dilihat keasliannya atau tidak. Setelah memperoleh keaslian uang, lalu BI memusnahkan uang kartal tersebut. Kemudian, BI melakukan administrasi terhadap uang yang telah dimusnahkan itu. Sedangkan untuk uang logam, pemusnahan dilakukan dengan cara dilebur. Rata-rata peleburan uang logam ini dilakukan selama dua tahun sekali.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, jika terdapat uang rupiah asli yang rusak maka akan dimusnahkan BI dan diganti yang baru. Namun, jika terkait dengan uang palsu, BI akan meneruskan hal tersebut kepada pihak berwajib, yakni Kepolisian Republik Indonesia.

Menurutnya, uang palsu yang terdapat di BI merupakan pinjaman dari Kepolisian. Uang tersebut dipinjam agar BI bisa meneliti letak pemalsuan dan dari daerah mana uang tersebut beredar. Ia mengatakan, penelitian ini penting untuk mengetahui sampai di mana tingkat pemalsuan uang di Indonesia.

“Untuk keperluan prefentif kita meneiliti uang palsu menggunakan jenis atau bahan apa uang tersebut,” kata Tirta.

Ia berharap, untuk mencegah peredaran uang palsu tersebut diperlukan peran dari masyarakat. Bukan hanya terkait uang palsu saja, BI juga berharap masyarakat dapat menjaga uang asli dengan tak sembarangan menyimpan baik dengan melipat atau mencoret-coretnya.

“Peran serta masyarakat supaya uang yang beredar lebih lama kita berharap mereka menjaga uang tersebut karena uang itu kan kedaulatan negara,” tutup Tirta.
Tags:

Berita Terkait