Penafsiran Konstitusi: Originalism dan Ketidaktahuan yang Disengaja
Kolom

Penafsiran Konstitusi: Originalism dan Ketidaktahuan yang Disengaja

​​​​​​​Seorang hakim harus mampu membenamkan dirinya pada catatan sejarah yang menceritakan kepadanya tentang maksud-maksud pertama kali terbentuknya konstitusi.

Bacaan 2 Menit

 

Awalan titik tolak bagi originalist berkeyakinan setiap makna konstitusi diderivasikan dari pemahaman asli (original understanding). Pemahaman asli dari naskah konstitusi pada generasi perumus konstitusi memiliki hak istimewa, keberlakuannya mengalahkan setiap pemahaman yang berbeda dari teks pada generasi berikutnya. Artinya apabila timbul perbedaan antara pemahaman asli dengan suatu pemahaman lainnya, maka pemahaman asli adalah pemahaman yang mengikat secara hukum. originalism mencita-citakan untuk menanamkan adanya kepastian makna.

 

Tapi apa yang menjadi titik tolak” yang mengikat bagi originalist? Terdapat dua klaim dasar yang menjadi awalan pemahaman mereka. Hal yang mengikat adalah “teks konstitusi”? atau yang mengikat adalah niat penyusunnya dari konstitusi? Beberapa ahli lebih melihat kepada teks konstitusi dan beberapa lainnya melihat kepada niat atau keyakinan penyusunannya.

 

Adapula yang menilai bahwa keduanya sama-sama mengikat. Terdapat pertanyaan turunan atas pertanyaan tersebut, yakni bagi mereka yang berkeyakinan bahwa makna “teks konstitusi” yang mengikat. Pertanyaannya yakni atas jawaban apakah makna gramatikal “tekstual” yang mengikat? atau makna kata-kata yang dipahami dalam konteks sejarahnya?

 

Maka, jika dipetakan terhadap pertanyaan tersebut terlihat, terdapat 3 (tiga) titik tolak pemahaman “originalism” yakni: pertama, mengacu kepada teks konstitusi secara gramatikal. Kedua, makna aslinya lebih pada tujuan “obyektif” kata-kata konstitusi dalam konteks sejarah the words (in Historical Context). Pada tahap ketiga keadaan mental “subyektif “biasanya digambarkan sebagai “niat perumus”.

 

Penamaan yang pertama sering disebut dengan textualism, yang kedua disebut dengan original meaning (objective intent) dan yang ketiga sering disebut dengan original intent  (subjective intent).Kenneth R. Thomas mempertegas bahwa pertama, textualism, menafsirkan konstitusi berdasarkan makna gramatikal teks konstitusi secara ketat.

 

Kedua, original meaning (objective intent) penafsiran konstitusi tidak berdasarkan maksud subjektif dari perancang Konstitusi, akan tetapi fokus pada mencari makna “objektif” tujuan dari istilah teks konstitusi yang digunakan. Analisis konstitusional diarahkan pada “makna asli dari teks, bukan terhadap makna menurut perumusnya”. Ketiga original intent menafsirkan bahwa konstitusi harus diterapkan berdasarkan maksud subjektif dari penulis Konstitusi melalui pernyataan-pernyataan dan tulisan-tulisan dalam perumusan.

 

Kritik terhadap originalism

Arah berpikir originalism yang yang memberhalakan makna asli bukan tanpa kritik. Terdapat dua lontaran kritik yakni Pertama, jarak antara teks konstitusi dirumuskan dengan waktu saat ini, yang disebut dengan kritik atas “rentan waktu”. Bagi beberapa negara yang memiliki rentan waktu yang sangat lebar ini menjadi permasalahan serius dalam memberlakukan konstitusi. Bentangan jarak antara saat konstitusi dirumuskan dengan waktu saat ini bukan hanya hitungan tahun tapi puluhan tahun bahkan ratusan tahun menjadi permasalahan yang serius. Tarance Ball secara kritis berkeyakinan bahwa rentan waktu akan membentuk ketidaktahuan yang disengaja.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait