Pencabutan Ribuan Izin Tambang-Perkebunan Perlu Didukung
Terbaru

Pencabutan Ribuan Izin Tambang-Perkebunan Perlu Didukung

Namun pemerintah dalam mencabut izin tambang, perkebunan harus berdasarkan hasil evaluasi, fakta dan data. Tanpa menggunakan parameter tersebut berpotensi menjadi bumerang dan terjadinya risiko hukum.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES

Langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo -Maruf Amin yang memutuskan mengevaluasi dan mencabut ribuan perizinan usaha sektor tambang, kehutanan dan hak guna (HGU) perkebunan yang tidak sesuai perizinan yang diberikan menuai respons positif. Hal ini bentuk sikap tegas pemerintah dalam upaya memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar terdapat pemerataan, transparan hingga aspek keadilan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Zenzi Suhadi berpandangan langkah Presiden Jokowi mesti didukung. Hal ini langkah pemerintahan Jokowi sebagai upaya mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam. Bahkan sebagai bentuk evaluasi yang dilakukan pemerintah terhadap perizinan pertambangan, kehutanan, dan penggunaan lahan. Karena itu, Presiden Jokowi didorong agar terus mengevaluasi seluruh kegiatan sektor pertambangan secara berkala dan pencabutan perizinan dapat dilakukan secara terus menerus

“Dengan indikator tidak hanya sebatas karena wilayah izin yang tidak aktif atau tidak dikelola oleh pemilik izin, namun juga izin yang berkonflik dengan masyarakat dan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup serta bencana Ekologis,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Hukumonliine, Jumat (7/1/2021). (Baca Juga: Pencabutan Izin Usaha Tambang)

Dia menilai Presiden Jokowi harus memastikan Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Kementerian Kehutanan Lingkungan Hidup dan Kementerian Pertanian agar tidak menerbitkan izin baru di wilayah izin yang telah dicabut. Dengan demikian, kata Zenzi, tujuan dalam memperbaiki tata kelola terkait sumber daya alam dan lingkungan hidup dapat terwujud.

Sementara peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim merespon positif langkah Presiden Jokowi mencabut ribuan izin perusahaan tambang yang dinilai tidak mendukung program pemerintah. Bahkan menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan sektor pertambangan. Menariknya sebanyak 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tambang mineral dan batu bara (minerba) dicabut

“Ini kebijakan yang tepat untuk mengevaluasi kembali tata kelola pertimbangan, khususnya terkait dengan sektor perizinan pertambangan,” ujarnya.

Dia menilai sepanjang ditujukan memperbaiki tata kelola pengusahaan pertambangan dan bagian dari upaya menguatkan kembali sistem perizinan pertambangan, kebijakan mencabut ribuan izin perusahaan tambang tersebut perlu didukung. Namun Akmaluddin mengingatkan, pemerintah dalam mencabut izin perusahaan tambang harus berdasarkan hasil evaluasi, fakta dan data. Sebab bila tidak menggunakan parameter tersebut malah menjadi bumerang terjadinya risiko hukum berupa gugatan.

Bagi Pushep, kata Akmaluddin, pencabutan IUP mesti dimaknai sebagai tindakan tegas presiden dalam menata ulang tata kelola pertambangan negeri agar terjadi keseimbangan. Kebijakan tersebut sejalan dengan amanah Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945 yang menyebutkan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Tindakan presiden tentu berdampak bagi kegiatan pengusahaan pertambangan. Sebab IUP yang dicabut menjadi legalitas perizinan yang tidak aktif beroperasi. Sementara IUP yang akti beroperasi dan telah sesuai dengan ketentuan, tak lagi diganggu perizinan usaha pertambangannya. Dia berharap IUP yang dicabut ke depannya, perlu diberikan kesempatan yang sama dengan IUP yang telah ada yakni diberikan pembinaan agar tidak salah arah.

Akmaluddin melanjutkan pemerintah mengalami dilema. Geliat kegiatan usaha pertambangan di satu sisi menunjukkan tingginya harga batu bara. Namun di lain sisi, banyak permintaan dari negara-negara tujuan ekspor batu bara Indonesia. Sementara pemerintah telah menetapkan larangan ekspor batu bara. Baginya, apapun kebijakan yang diambil patut masyarakat kawal.

Dia menegaskan sepanjang kebijakan yang diambil menguntungkan kepentingan bangsa dan negara bakal didukng. Sebaliknya bila kebijakan yang ditempuh cenderung menunjukkan arah yang menyimpang, masyarakat berkewajiban melakukan koreksi. Namun demikian, berbagai kebijakan pemerintah yang ditempuh belakangan terkait kegiatan usaha pertambangan memperlihatkan adanya upaya mendahulukan kepentingan dalam negeri. Bahkan bagian dari upaya mempercepat realisasi target bauran energi dengan mendorong penggunaan energi baru dan energi terbarukan serta mencegah terjadinya perubahan iklim secara cepat.

“Pelan-pelan pemerintah Indonesia telah membuat kebijakan yang mendukung transisi energi, dari penggunaan energi fosil ke penggunaan energi yang ramah lingkungan,” katanya

Resolusi konflik agraria

Pengkampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian berpandangan, pencabutan ribuan izin perusahaan sektor tambang, kehutanan dan hak guna (HGU) perkebunan yang tidak sesuai perizinan yang diberikan dapat menjadi resolusi konflik agraria. Oleh karenanya yang perlu dilakukan pemerintah dengan membuka informasi perusahaan apa serta dimana saja yang telah dicabut.

Tujuannya, kata Uli, agar dapat diketahui perusahaan mana saja yang berkonflik dengan rakyat selama ini. Sehingga langkah lanjutannya, tanah-tanah tersebut dapat dikembalikan ke rakyat sebagai bentuk pemulihan hak rakyat yang dirampas negara melalui skema perizinan. Selain itu pencabutan tak serta merta menghilangkan tanggung jawab korporasi terhadap kerusakan lingkungan hidup. Hal tersebut merujuk pada pertanggungjawaban mutlak terhadap kerugian kerusakan lingkungan hidup yang timbul atau upaya pemulihan lingkungan hidup. 

“Izin-izin di sektor kehutanan misalnya, pemerintah harus memastikan perusahaan-perusahaan tersebut melakukan pemulihan ekosistem hutan dengan mengembalikan fungsi hutan sebagaimana mestinya. Jika perusahaan sektor kehutanan tersebut selama ini berkonflik dengan rakyat, maka negara harus memastikan pengakuan serta pengembalian wilayah kelola untuk rakyat” ujarnya.

Pengkampanye Tambang dan Energi Walhi, Tri Jambore mengingatkan pencabutan izin tambang yang tidak pernah menyampaikan rencana kerja, telah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No.7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Menurutnya, perbaikan secara administratif menjadi langkah awal dalam menata pertambangan dan minerba.

“Tanpa sikap tegas seperti ini, justru pemerintah akan dihadapkan pada pengelolaan tambang yang bahkan belum tentu akan memberikan manfaat optimal sesuai amanah UU,” katanya. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan evaluasi tersebut untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam agar ada pemerataan, transparan dan adil, untuk mengoreksi ketimpangan, ketidakadilan, dan kerusakan alam. "Izin-izin yang tidak dijalankan, yang tidak produktif, yang dialihkan ke pihak lain, serta yang tidak sesuai dengan peruntukan dan peraturan, kita cabut," ujar Jokowi pada Kamis (6/1/2022).

Terdapat beberapa poin. Pertama, pemerintah mencabut sebanyak 2.078 izin perusahaan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) karena tidak pernah menyampaikan rencana kerja. "Izin yang sudah bertahun-tahun telah diberikan tetapi tidak dikerjakan, ini menyebabkan tersanderanya pemanfaatan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Presiden.

Kedua, hari ini pemerintah juga mencabut sebanyak 192 izin sektor kehutanan seluas 3.126.439 hektare. Izin-izin ini dicabut karena tidak aktif, tidak membuat rencana kerja, dan ditelantarkan. Ketiga, untuk Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan yang ditelantarkan seluas 34,448 hektare, hari ini juga dicabut. Dari luasan tersebut, sebanyak 25.128 hektare adalah milik 12 badan hukum. Sisanya 9.320 hektare merupakan bagian dari HGU yang telantar milik 24 badan hukum.

Tags:

Berita Terkait