Pengadilan Singapura Siap ‘Rangkul’ Facebook dan Twitter
Berita

Pengadilan Singapura Siap ‘Rangkul’ Facebook dan Twitter

Pengadilan di Inggris, Australia, dan Selandia telah lebih dulu menerapkannya. Pengadilan Singapura tengah melakukan uji publik. Bagaimana dengan Pengadilan di Indonesia?

Ali
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Singapura Siap ‘Rangkul’ Facebook dan Twitter
Hukumonline

Mahkamah Agung (MA) Singapura tengah menggodok kemungkinan mengizinkan pengacara untuk menyampaikan dokumen hukum ke pengadilan melalui situs jejaring sosial seperti facebook, myspace atau twitter. Selain itu, pengadilan juga akan dirancang bisa memanggil para pihak ke ruang persidangan melalui situs jejaring sosial tersebut.

 

Praktek ini sebenarnya bukan barang baru. Pengadilan-Pengadilan di Negara Anglo Saxon lannya –Inggris, Australia dan Selandia Baru- telah lebih dahulu menerapkan. Di Singapura, wacana ini masih sebatas pada uji publik melalui proposal yang diluncurkan oleh MA Singapura. Lembaga Peradilan tertinggi di Singapura ini meminta masukan masyarakat hukum seputar wacana ini dan memberi tenggat waktu sampai 15 September 2010.

 

Dalam proposalnya, MA Singapura menyebutkan upaya mengabaikan penggunaan situs jejaring sosial dalam proses judicial merupakan tindakan yang hampir mustahil. Selain perkembangan situs jejaring sosial yang semakin luas di Singapura, praktek di negara-negara yang lebih dulu menerapkan.    

 

“Penggunaan situs jejaring sosial merupakan fenomena yang mustahil untuk diabaikan. Apalagi, yurisdiksi negara lain telah menggunakan situs jejaring sosial ini secara efektif untuk menggantikan pelayanan penyampaian dokumen hukum. Tidak ada satu alasan pun untuk kita tak melakukan hal yang sama,” demikian bunyi proposal yang bertajuk ‘ Consultation Paper, Use and Impact of Social Media in Litigation’ di situs resmi MA Singapura.  

 

Penggunaan situs jejaring sosial ini tak bisa dilakukan seenaknya. MA Singapura menegaskan penggunaan situs jejaring sosial merupakan opsi terakhir setelah cara-cara yang konvensional tidak berjalan. MA Singapura juga mewanti-wanti bila wacana ini benar-benar diterapkan, penggunaan situs jejaring sosial dalam proses litigasi hanya sebagai pelengkap, bukan menggantikan keseluruhan proses yang dilaksanakan saat ini.

 

Selain itu, tidak semua kasus bisa menggunakan situs jejaring sosial sebagai sarana menyampaikan dokumen persidangan atau panggilan persidangan. MA Singapura juga berencana memberi pengecualian terhadap kasus-kasus yang sensitif, di antaranya sengketa perkawinan atau sengketa tanah, yang bisa melibatkan pihak ketiga.

 

Penggunaan situs jejaring sosial dalam proses judicial juga perlu pengawasan oleh pengadilan. Pasalnya, pengadilan harus memastikan bahwa orang yang meng-upload dokumen melalui situs jejaring sosial merupakan orang yang benar-benar memiliki account situs jejaring sosial tersebut.

Tags: