Ini 5 Sektor Pengaduan Konsumen Jasa Keuangan Terbanyak Sepanjang 2021
Utama

Ini 5 Sektor Pengaduan Konsumen Jasa Keuangan Terbanyak Sepanjang 2021

Meski termasuk industri baru, pengaduan sektor jasa keuangan fintech terbanyak dibandingkan perbankan, asuransi, perusahaan pembiayaan dan pasar modal.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara (batik biru). Foto: MJR
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara (batik biru). Foto: MJR

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis data pengaduan konsumen sektor jasa keuangan hingga akhir November 2021. Jumlah pengaduan tersebut meningkat signifikan dalam lima tahun terakhir. Total pengaduan yang diterima OJK per 25 November 2021 mencapai 595.521 laporan yang meningkat dari 245.083 laporan di 2020.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara menyampaikan sektor terbesar pengaduan yaitu industri fintech atau pinjaman online. Meski terhitung baru, pengaduan industri fintech tercatat jadi yang tertinggi dibandingkan lainnya. Sektor keuangan dengan pengaduan tertinggi kedua yaitu perbankan disusul asuransi, perusahaan pembiayaan dan investasi.

“Dulu 2017 (pengaduan) kurang dari 26 ribu laporan, jadi satu bulan paling 2.200 sampai di bawah 2.500. Tapi sekarang jumlahnya naik pada 2021 jadi 595.521 pengaduan. Ada kenaikan dari 2017 sebesar 22 kali lipat sampai saat ini. Pertanyaan dari masyarakat banyak sekali,” jelas Tirta dalam acara Arah Strategis Edukasi dan Perlindungan Konsumen di Bandung, Sabtu (4/12).

Dari total pengaduan tersebut, Tirta menjelaskan pihaknya telah menyelesaikan sebagian besar pengaduan tersebut hingga 90 persen. Dalam proses penyelesaiannya, OJK mendorong terlebih dahulu penyelesaian melalui mekanisme internal dispute resolution. Apabila tidak terdapat kesepakatan antara perusahaan jasa keuangan dengan nasabah maka dapat menindaklanjuti penyelesaian melalui Lembaga Arbitrase Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK).

Hukumonline.com

Pada 2021, tercatat jumlah permohonan sengketa LAPS SJK mencapai 1.161 kasus. Sebanyak 603 sengketa telah diputus, 441 dalam proses dan 116 sengketa belum diproses. Tirta mengimbau agar sengketa jasa keuangan diselesaikan melalui mekanisme LAPS dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi. “Pengadilan bagus tapi prosesnya panjang. Pengadilan ini nanti minta saksi ahli dari OJK dan industri. Nah, makanya ada LAPS,” tambah Tirta.

Salah satu faktor terjadinya sengketa terjadi karena terdapat ketidakpahaman nasabah terhadap perjanjian yang ditandatangani. Tirta menjelaskan salah satu fokus OJK yaitu terus meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat yang masih rendah. Masyarakat masih belum memahami secara utuh klausul-klausul yang diperjanjikan.

Selain itu, Tirta juga menyampaikan terdapat kelemahan dalam perjanjian yang disepakati antara nasabah dengan perusahaan jasa keuangan. Dia menjelaskan sengketa terjadi karena nasabah merasa dibohongi perusahaan jasa keuangan dalam layanannya.

“Misalnya pada asuransi seperti unitlink banyak kasus ketika mengadu ke OJK lalu kami fasilitasi layanan pengaduan. Saat datang mereka mengadukan ketidaksesuaian dengan janji dari pihak asuransi. Lalu, saat kami panggil perusahaan asuransinya bilang tidak menjanjikan apa-apa,” jelas Tirta.

Baca:

Sebelumnya secara terpisah, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso, meminta masyarakat berhati-hati dalam menggunakan fasilitas pinjaman online (pinjol). Masyarakat diminta memastikan agar pinjaman online yang digunakan resmi atau telah terdaftar di OJK. Kemudian, OJK bersama pemangku kepentingan lainnya berkomitmen memberantas pinjol ilegal dengan memproses secara hukum apabila terdapat pelanggaran perundang-undangan.

“Kami mengundang semua pihak yang berkepentingan untuk senantiasa secara bersama-sama menjaga industri jasa keuangan dengan mengedepankan prinsip inovasi brilian yang bertanggung jawab serta mendorong kolaborasi untuk dapat menciptakan ekosistem jasa keuangan di Indonesia yang berdaya saing tinggi,” jelas Wimboh pada November lalu.

Dia menjelaskan berkembangnya inovasi teknologi di sektor keuangan memerlukan dukungan penyusunan kebijakan yang akomodatif dan antisipatif terhadap kebutuhan masyarakat dan perkembangan industri keuangan. Selain itu, keseimbangan kebijakan juga harus berpihak kepada kepentingan perlindungan konsumen dan penegakan hukum.

Wimboh juga menyampaikan pihaknya mendukung pengembangan inovasi dalam satu ekosistem keuangan digital secara terintegrasi. Sehingga, OJK mendorong kolaborasi lintas industri dan meningkatkan inovasi terutama pada layanan dan produk keuangan. Kolaborasi dan inovasi ini akan menghasilkan produk atau layanan keuangan yang ramah konsumen dengan pricing yang kompetitif dan membuka akses keuangan ke masyarakat yang lebih luas.

Kebijakan OJK untuk mendorong transformasi digital di sektor jasa keuangan tercakup dalam Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) Tahun 2021-2025 dan Digital Finance Innovation Roadmap and Action Plan 2020-2024 yang berfokus pada lima hal utama.

Tags:

Berita Terkait