Pengembangan Energi Nuklir dalam RUU EBT Dinilai Perlu Dikaji Ulang
Berita

Pengembangan Energi Nuklir dalam RUU EBT Dinilai Perlu Dikaji Ulang

Naskah Akademik RUU EBT dianggap tidak memuat urgensi dan penjelasan memadai menggambarkan kebutuhan mendesak sebagai sumber pembangkit listrik.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Program pengembangan nuklir sebagai sumber energi di Indonesia masih jalan di tempat. Kondisi ini tidak lepas dari ketatnya persyaratan dan risiko tinggi saat terjadi kebocoran nuklir. Dorongan pengembangan energi nuklir tercantum dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN). Selain itu, pengembangan energi nuklir juga tertuang dalam Rancangan Undang Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBT), salah satu program legislasi nasional prioritas 2021.

Melihat kondisi tersebut, peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Akmaluddin Rachim, mengatakan pemerintah bersama DPR harus mengkaji ulang arah pengembangan energi nuklir dalam RUU EBT. Akmaluddin menjelaskan kebijakan pengembangan energi nuklir mengemuka di publik karena diakomodasinya beberapa ketentuan mengenai pengembangan nuklir dalam RUU EBT.

Pada, Pasal 6 RUU EBT menyebutkan bahwa sumber energi baru terdiri atas nuklir dan sumber energi baru lainnya. Selanjutnya, Pasal 7 ayat (1) mengatakan bahwa Nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dimanfaatkan untuk pembangunan pembangkit daya nuklir.

“Pasal 7 ayat (2) RUU EBT mengatur bahwa pembangkit daya nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas pembangkit listrik tenaga nuklir dan pembangkit panas nuklir. Ketentuan ini dan berbagai ketentuan lainnya dalam RUU EBT menimbulkan perbincangan sejumlah kalangan,” ungkap Akmaluddin, Jumat (16/4). (Baca: Genjot Bauran Energi Baru Terbarukan, DPR Harap RUU EBT Rampung Tahun Ini)

Dia menyatakan timbulnya perdebatan soal pengaturan nuklir dalam RUU EBT ini dikarenakan beberapa hal. Pertama, terkait dengan tidak adanya urgensi dan penjelasan yang memadai dalam Naskah Akademik RUU EBT yang menggambarkan adanya kebutuhan mendesak dalam penggunaan energi nuklir sebagai sumber pembangkit listrik.

Kedua, terkait dengan pengaturan soal nuklir yang cenderung akan ditarik dari pengaturan induknya, Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Ketiga, terkait dengan ketentuan yang telah dinyatakan dalam Pasal 11 ayat (3) Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang pada pokoknya menyebutkan pengembangan energi nuklir sebagai pilihan terakhir dengan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat.

Lebih lanjut, Akmaluddin mengatakan beberapa permasalahan lain yang memicu perdebatan di masyarakat adalah terkait kesiapan dan kemampuan SDM serta teknologi yang dimiliki dalam mengelola pemanfaatan energi nuklir. Berikutnya juga terkait dengan problem keselamatan, keamanan dan mitigasinya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait