Penjelasan Kemenkumham Terkait Penurunan Fee Pengurus dan Kurator
Utama

Penjelasan Kemenkumham Terkait Penurunan Fee Pengurus dan Kurator

Dalam kasus PKPU yang berujung damai, besaran persentase fee pengurus sebelum dilakukan revisi dinilai masih terlalu besar dan memberatkan debitor.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Kementerian Hukum dan HAM baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No.18 Tahun 2021 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan bahwa aturan ini diterbitkan untuk memberikan kepastian dan tolok ukur pemberian imbalan jasa bagi kurator dan pengurus guna mendukung perbaikan iklim berusaha yang mengedepankan prinsip perdamaian dan kelangsungan dunia usaha.

Permenkumham 18/2021 menjelaskan besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator ditentukan sebagai berikut: a. dalam hal kepailitan berakhir dengan perdamaian, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai utang yang harus dibayar oleh Debitor; b. dalam hal kepailitan berakhir dengan pemberesan, Imbalan Jasa dihitung dari persentase nilai hasil pemberesan harta pailit di luar utang; atau c. dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya Imbalan Jasa dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit atau pemohon dan Debitor yang besarannya ditetapkan oleh majelis Hakim.

Untuk perkara kepailitan yang berakhir dengan perdamaian, nilai utang sampai dengan Rp5 miliar akan dikenakan fee sebesar 5 persen, untuk utang diatas Rp50 miliar sampai Rp250 miliar fee pengurus dikenakan sebesar 3 persen, utang diatas Rp250 miliar hingga Rp500 miliar ditetapkan fee sebesar 2 persen, sementara untuk utang di atas Rp500 miliar ditetapkan fee sebesar Rp15 miliar dan utang diatas Rp1 triliun ditetapkan fee sebesar Rp20 miliar. 

Bila tidak terjadi kesepakatan antara Debitor dengan pengurus maka Imbalan Jasa bagi pengurus ditetapkan oleh majelis hakim dengan ketentuan paling banyak 7 persen dari nilai utang yang harus dibayarkan. Dengan rincian; utang sampai dengan Rp50 miliar dikenakan fee sebesar 7 persen, nilai utang Rp 50 miliar hingga Rp250 miliar dikenakan fee sebesar 5 persen, untuk nilai utang sebesar Rp250 miliar hingga Rp500 miliar ditetapkan fee sebesar 3 persen, nilai utang diatas Rp500 miliar ditetapkan fee senilai Rp25 miliar dan nilai utang di atas Rp1 triliun ditetapkan fee sebesar Rp30 miliar. (Baca: Respons AKPI Soal Permenkumham Fee Kurator dalam Perkara PKPU dan Kepailitan)

Permenkumham 18/2021 juga mengatur, dalam hal terjadi penambahan atau penggantian Kurator dan/atau Pengurus, besarnya Imbalan Jasa ditentukan berdasarkan hasil rapat Kreditor dengan mempertimbangkan alasan penambahan atau penggantian Kurator dan/atau Pengurus. Hasil rapat Kreditor mengenai besarnya Imbalan Jasa disampaikan kepada majelis Hakim sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan Imbalan Jasa, yang dibebankan pada biaya kepailitan.

Merespons hal tersebut, Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jimmy Simanjuntak mengatakan secara umum pihaknya akan mematuhi ketentuan fee tersebut. Namun, dia mempertanyakan alasan pemerintah membatasi imbal jasa kurator dan pengurus tersebut. Menurutnya, tingginya biaya dalam PKPU dan Kepailitan tidak hanya dipengaruhi imbal jasa kurator dan pengurus.

Dia menyampaikan persoalan imbal jasa ini akan berpengaruh terhadap integritas dan profesionalisme para pengurus dan kurator. “Kami sebagai advokat dikasih bayar, dikasih honor karena menghargai profesionalisme dan integritas. Jadi menekan, menurunkan fee tidak memengaruhi profesionalitas tidak masalah,” kata Jimmy.

Menurut Jimmy, jika ada keluhan mengenai biaya proses PKPU dan kepailitan maka indikatornya bukan hanya persoalan fee kurator dan pengurus. Melainkan ada aspek lain yang membuat proses tersebut menjadi mahal. Dia juga menilai alasan terbitnya aturan ini dipengaruhi rekomendasi World Bank yang menilai biaya fee kurator dan pengurus. Namun, dia menyampaikan walaupun terdapat ambang batas fee kurator dan pengurus, pengadilan tidak pernah mengabulkan secara maksimum fee tersebut.

“Jika Menkumham menilai fee itu diturunkan indikatornya itu perlu mempertimbangkan bagaimana profesionalisme dan integritas kurator tetap terjaga karena tujuan kurator dan pengurus adalah maksimal,” jelas Jimmy.

Saat diminta konfirmasi, Dirjen AHU Kemenkumham Cahyo R Muzhar menyampaikan bahwa revisi fee kurator dan pengurus sudah direncakan oleh Kemkumham sejak lama. Salah satu pertimbangannya adalah dari sisi debitor yang mencapai perdamaian dalam upaya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Dia membantah bahwa kebijakan ini dikeluarkan atas dorongan dari pelaku usaha.

Dalam kasus PKPU yang berujung damai, besaran persentase fee pengurus sebelum dilakukan revisi dinilai masih terlalu besar dan memberatkan debitor. Menurut Cahyo, selayaknya debitor tidak dibebani dengan biaya pengurus yang besar saat proses restrukturisasi. Lagi pula di sisi lain, besaran fee pengurus dan kurator yang dikabulkan oleh majelis hakim tidak pernah mencapai angka maksimal sesuai Permenkumham No.2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permenkumham No.11 Tahun 2016 tentang Pedoman Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus.

“Soal fee kurator, itu sudah lama (direncakan). Jangan bilang karena pelaku usaha terus kebijakan ini dikeluarkan. Selama ini kalau kita turunin aturan, enggak pernah ada yang dikabulkan oleh majelis hakim dengan fee yang tinggi, dan kurator atau pengurus juga menerima dengan fee yang tidak terlalu tinggi, jadi tidak masalah kalau diturunkan. Ini bagaimana caranya supaya kalau dalam PKPU fee-nya jangan sampai tinggi, karena kalau perusahaan terselamatkan lewat restructuring tidak boleh terbebani dengan biaya pengurus,” kata Cahyo kepada Hukumonline, Selasa (5/10).

Atas kebijakan ini, Cahyo menegaskan pihaknya telah melakukan berbagai diskusi dan kajian. Termasuk melakukan komunikasi dengan para pihak meski hal tersebut dilakukan secara informal. Pihaknya sepakat bahwa kurator dan pengurus harus mendapatkan fee, namun harus dalam batas wajar dan tidak memberatkan debitor khususnya untuk perkara PKPU.

“Formal diskusi memang tidak ada, tapi diskusi ada, kurator tentu harus dapat fee harus yang wajar jgn sampa memberatkan khususnya pkpu.

Untuk diketahui aturan terkait fee kurator sudah dilakukan beberapa kali revisi. Baik Permenkumham 11/2016 dan Permenkumham 2/2017, besarnya persentase imbalan jasa kurator/pengurus berdasarkan atau tergantung bagaimana cara kepailitan berakhir, apakah berakhir dengan perdamaian, dengan pemberesan, atau penolakan dalam tingkat kasasi atau peninjauan kembali. Jika kepailitan berakhir dengan perdamaian, imbalan jasa dihitung dari persentase nilai utang yang harus dibayar oleh debitur.

Dalam hal kepailitan berakhir dengan pemberesan, imbalan jasa kurator dihitung dari persentase nilai hasil pemberesan harta pailit (nilai total aset) di luar utang. Atau dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, besarnya imbalan jasa kurator dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit atau pemohon, dan debitur dengan perbandingan yang ditetapkan oleh majelis hakim.

Dalam Permenkumham 11/2016 diatur bahwa batasannya untuk jumlah utang sampai dengan Rp50 miliar mendapat fee pengurus sebesar 5%; di atas Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar mendapat fee 3%; di atas Rp 250 miliar sampai dengan Rp500 miliar mendapat fee sebesar 2%; dan di atas Rp 500 miliar mendapatkan fee sebesar 1% dari total tagihan utang.

Bagaimana jika PKPU atau permohonan pailit berakhir dengan kepailitan? Permenkumham 11/2016 menyebutkan bahwa untuk jumlah utang sampai dengan Rp50 miliar mendapat fee pengurus sebesar 8%; di atas Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar mendapat fee 6%; di atas Rp 250 miliar sampai dengan Rp500 miliar mendapat fee sebesar 4%; dan di atas Rp 500 miliar mendapatkan fee sebesar 2% dari total tagihan utang.

Lalu Kemkumham kembali melakukan revisi fee kurator dan pengurus lewat Permenkumham 2/2017, yang mengatur persentase untuk nilai pemberesan sampai dengan Rp50 miliar berlaku fee kurator sebesar 7,5%; di atas Rp 50 miliar sampai dengan Rp 250 miliar berlaku fee sebesar 5,5%; di atas Rp 250 miliar sampai dengan Rp 500 miliar dikenakan fee 3,5%; dan di atas Rp 500 miliar berlaku fee 2 persen dari total hasil pemberesan boedel harta pailit yang memakan waktu berbulan-bulan.

Untuk besaran fee dalam perkara kepailitan yang berakhir dengan perdamaian, Permenkumham 2/2017 mengatur maksimal fee yang diterima kurator sebesar 5,5 persen. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 5 huruf a yang berbunyi: “Imbalan Jasa bagi Pengurus ditentukan sebagai berikut: a. dalam hal penundaan kewajiban pembayaran utang berakhir dengan perdamaian, besarnya Imbalan Jasa bagi Pengurus dibebankan kepada Debitor berdasarkan kesepakatan dengan Pengurus yang ditetapkan oleh majelis hakim, dengan ketentuan paling banyak 5,5% (lima koma lima per seratus) dari nilai utang yang harus dibayarkan.”

Tags:

Berita Terkait