Penundaan Pemilu Dinilai Merusak Demokrasi Negara Hukum
Terbaru

Penundaan Pemilu Dinilai Merusak Demokrasi Negara Hukum

Rencana penundaan pemilu sejatinya telah melanggar konstitusi sebagaimana pembatasan dalam Pasal 7 Jo 22 E ayat (1) UUD 1945 yang memuat prinsip konstitusionalisme yang harus ditaati.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Ketiga, gagasan penundaan pemilu mulai muncul sejak tiga tahun lalu. Menurutnya, gagasan tersebut dilontarkan beberapa pimpinan partai pendukung pemerintah, yang notabene elit politiknya pun pernah terlibat sebagai aktor pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemudian disahkannya RUU Cipta Kerja menjadi UU No.11 Tahun 2020, UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) serta rencana pemindahan IKN.

Sementara Presiden Jokowi, sambung Isnur, secara tegas menolak gagasan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Tapi di sisi lain, Presiden Jokowi dinilai membiarkan para elit politik, bahkan bawahannya melakukan manuver penundaan pemilu. “Sehingga kami menduga kuat, rencana penundaan pemilu sengaja digarap atau semacam operasi khusus untuk memperpanjang kekuasaan politik,” katanya.

Bagi Isnur, penundaan pemilu tak saja pada ranah normatif-prosedural atau amandemen konstitusi, tapi publik pun mesti menguji komitmen pemerintah dalam menghormati konstitusi, serta hak asasi manusia. Menurutnya, dalam perjalanan pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, praktik otoritarianisme yang menghina konstitusi kerap kali terjadi.

“Hal ini dapat dilihat dalam proses pemaksaan UU KPK, UU Minerba, UU Cipta Kerja hingga pemaksaan pemindahan IKN yang membahayakan kehidupan rakyat dan hanya mementingkan kepentingan oligarki semata,” ujarnya.

Terpisah, anggota Komisi II Prasetyo Hadi berpandangan semua pihak mestinya taat dan patuh terhadap konstitusi. Menurutnya usulan sejumlah elit partai tersebut belum ada pembahasan di tingkat Komisi II. Meski masih sebatas wacana, setiap warga negara wajib menjunjung tinggi hukum dan konstitusi. Apalagi UUD 1945 menegaskan pelaksanaan pemilu digelar sekali dalam lima tahun.

Menurutnya bila usulan hanya tunda pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tanpa dasar konstitsional dan pijakan hukum kuat, maka berpotensi muncul krisis legitimasi dan kepercayaan. “Keadaan seperti ini harus dicermati, karena ini dapat menimbulkan konflik politik berpotensi timbul krisis legitimasi yang bisa meluas ke mana-mana,” pungkas politisi Partai Gerindra itu.

Tags:

Berita Terkait