Penyelesaian Sengketa Dalam RPP E-Commerce Perlu Diperjelas
Berita

Penyelesaian Sengketa Dalam RPP E-Commerce Perlu Diperjelas

Bila perlu dibentuk badan independen yang khusus menangani penyelesaian sengketa pada sistem dan transaksi elektronik.

FAT
Bacaan 2 Menit

Ia berharap, RPP dapat segera direvisi. Selain masalah penyelesaian sengketa perlu diperjelas implementasi untuk penyelenggara E-Commerce asing yang ada di Indonesia. “Di situ diatur bahwa selama konsumennya di Indonesia bahwa dia wajib mengikuti atau dianggap sebagai penyelenggara lokal. Aturannya akan berlaku juga, nah itu dalam konteks implementasi akan seperti apa,” katanya.

Terkait RPP, Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) juga mengkritik. Setidaknya, ada enam poin dari isi RPP yang dinilai idEA perlu dievaluasi lagi. Pertama, berkaitan dengan kejelasan batasan dan tanggung jawab pelaku usaha yang terlibat dalam transaksi E-Commerce, yang mencakup pedagang, penyelenggara transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PTPMSE) dan penyelenggara sarana perantara. Padahal, dalam industri E-Commerce mempunyai beberapa tipe model bisnis. Sehingga, lingkup tanggung jawabnya perlu dibedakan menurut model bisnis masing-masing.

Kedua, berkaitan dengan kesetaraan penegakan aturan terhadap pelaku usaha yang berkedudukan di dalam wilayah Indonesia dan luar negeri. Menurut idEA, jika pemerintah tidak dapat melakukan enforcement yang seimbang kepada pelaku usaha asing yang berada di luar wilayah Indonesia, pengguna internet tentu dapat menggunakan solusi lain yang tak diatur oleh hukum Indonesia. Sayangnya, tidak dijelaskan apa yang dimaksud solusi lain tersebut.

Berikutnya, berkaitan dengan kewajiban untuk memiliki, mencantumkan dan menyampaikan identitas subjek hukum. Seperti KTP, izin usaha, nomor SK pengesahan badan hukum atau yang dikenal know your customer (KYC). Mengenai hal ini, idEA mengusulkan agar KYC hanya cukup dengan data nomor telepon. Hal ini dikarenakan regulasi pada bidang telekomunikasi telah mewajibkan dan menerapkan KYC terhadap pengguna nomor telepon. Alasan lainnya, lantaran hingga saat ini belum ada sarana yang disediakan pemerintah agar PTPMSE dapat melakukan verifikasi identitas para pedagang dan konsumen.

Keempat, terkait perizinan berlapis yang dinilai asosiasi dapat menghambat pertumbuhan industri E-Commerce. Seperti, adanya tanda daftar khusus, izin khusus perdagangan melalui sistem elektronik dan sertifikat keandalan. Menurut idEA, adanya kekosongan dari peraturan pelaksana terkait masing-masing perizinan tersebut akan menimbulkan ketidakjelasan yang tak kondusif bagi pelaku bisnis E-Commerce Indonesia.

Dan alasan terakhir, terdapat beberapa bagian RPP yang bertentangan dengan aturan hukum lainnya. Seperti, hukum pengangkutan yang menganut asas tanggung jawab berdasarkan kesalahan atau fault liability. Bahwa, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam menyelenggarakan pengangkutan harus bertanggung jawab mengganti rugi atas segala kerugian yang timbul dari kesalahan tersebut, pihak yang dirugikan wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Tapi dalam matriks RPP E-Commerce, tanggung jawab tersebut ada di PTPMSE.

Tags:

Berita Terkait