Peradi Jakarta Pusat Minta Advokat Dikecualikan Syarat Perjalanan Selama PPKM Darurat
Terbaru

Peradi Jakarta Pusat Minta Advokat Dikecualikan Syarat Perjalanan Selama PPKM Darurat

Dengan tetap beroperasinya institusi penegak hukum (polisi, jaksa, red) termasuk lembaga pengadilan, maka seharusnya Advokat tetap dapat menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum tanpa harus terhalangi oleh adanya PPKM dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah telah mengumumkan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk menekan penyebaran Covid-19 yang dalam dua pekan terakhir jumlahnya terus meningkat. Kebijakan ini tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali, mulai tanggal 3- 20 Juli 2021. Terdapat berbagai sektor bisnis yang diperbolehkan, dibatasi, hingga dihentikan kegiatannya selama PPKM Darurat.

Salah satunya, profesi advokat/praktisi hukum/konsultan yang dianggap tidak masuk sektor esensial, sehingga kegiatannya wajib 100 persen dari rumah atau work from home (WFH). Hal itu telah ditegaskan Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi dan Ketua Bidang Koordinasi Relawan Satgas Penanganan Covid-19 Andre Rahardian. (Baca Juga: Profesi Advokat Tak Masuk Sektor Esensial, Peradi Surati Presiden)  

Kebijakan ini membuat sejumlah organisasi advokat keberatan bila layanan jasa advokat dianggap sebagai kegiatan non-esensial. Hal ini dianggap sangat membatasi ruang gerak profesi advokat, yang karakteristik profesinya lebih banyak mobilitas di luar ruangan. Seperti, mendampingi klien saat pemeriksaan, tanda tangan surat kuasa, mengurus kepentingan administrasi di pengadilan, lembaga pemasyarakatan, bahkan sidang perkara pidana bila masa penahanan terdakwanya mau habis.          

Salah satunya, surat keberatan dilayangkan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Jakarta Pusat ditujukan kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Dalam Surat tertanggal 5 Juli 2021 itu, intinya DPC Peradi Jakarta Pusat meminta agar dikecualikan dari syarat perjalanan bagi advokat saat menjalankan tugas profesinya. “Kita minta dikecualikan syarat perjalanan bagi Advokat saat menjalankan tugas,” ujar Ketua DPC Peradi Jakarta Pusat, Arman Hanis dalam suratnya.    

Dalam suratnya dijelaskan, adanya PPKM Darurat tersebut menyebabkan pelaksanaan kegiatan pada sektor non-esensial diberlakukan 100 persen work from home. Selain itu penerapan para pelaku perjalanan domestik yang menggunakan mobil pribadi, sepeda motor, dan transportasi umum jarak jauh (pesawat udara, bis, kapal laut dan kereta api) harus menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksinasi dosis pertama).

“Namun, sebagaimana yang kita ketahui bersama, pelaksanaan vaksinasi di wilayah Jakarta belum terlaksana secara menyeluruh, sehingga menghambat Advokat yang saat ini masih menunggu jadwal vaksinasi untuk bisa menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum,” ujar Arman saat dikonfirmasi.

Belum lagi, kata Arman, per tanggal 5 Juli 2021, Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta juga mewajibkan warga yang hendak keluar ataupun masuk di wilayah DKI Jakarta harus memiliki atau mengantongi Surat Tanda Registrasi Pekerja (STRP) yang dikeluarkan oleh Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta.

“Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Advokat memiliki wilayah kerja seluruh Indonesia, serta profesi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting.”  

Menurutnya, dengan tetap beroperasinya institusi penegak hukum (polisi, jaksa, red) termasuk lembaga pengadilan, maka seharusnya Advokat tetap dapat menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum tanpa harus terhalangi oleh adanya PPKM dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku.

“Kami meminta agar Advokat, seperti penegak hukum lainnya, diberikan pengecualian dalam menjalankan tugasnya,” tegasnya.  

Dia menambahkan Advokat juga merupakan penegak hukum yang seharusnya masuk dalam sektor esensial agar tetap dapat memberikan bantuan hukum kepada kliennya. “Adanya Instruksi Menteri Dalam Negeri ini, menghambat kerja-kerja advokat dalam memberikan pelayanan hukum. Karena itu, hari ini DPC Peradi Jakpus menyurati Satuan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 agar advokat mendapatkan pengecualian syarat perjalanan bagi Advokat dalam menjalankan tugas,” katanya.

Sebelumnya, Juru Bicara Menko Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi menjelaskan lembaga peradilan termasuk kategori esensial sektor pemerintahan. Hal ini karena lembaga pengadilan memberi pelayanan publik yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya. Hanya saja hal tersebut tidak berlaku untuk advokat. Dia menegaskan advokat wajib menjalankan WFH.

Andre Rahardian juga mengatakan profesi advokat, notaris, maupun akuntan masuk ke dalam kategori non esensial sehingga wajib melaksanan kegiatan dari rumah atau Work From Home (WFH). “Advokat, notaris dan akuntan, semua profesi diluar dari esensial itu berlaku WFH,” kata Andre yang juga seorang advokat ini kepada Hukumonline, Sabtu (3/7/2021).

Andre menegaskan pemerintah sengaja mengatur sesempit mungkin sektor esensial dan kritikal untuk mengurangi mobilisasi masyarakat di luar rumah. Dia memastikan tak ada faktor diskriminasi untuk sektor profesi, tujuan pemerintah hanya ingin mengurangi penyebaran Covid-19.

“Sengaja ambil sesempit mungkin, jadi yang menyangkut kelangsungan hidup atau jalannya roda ekonomi misalnya energi, kesehatan, infrastuktur, yang tidak menimbulkan kerumunan, seperti tambang itu lebih banyak mesin daripada orang masuk ke sektor esensial dan kritikal. Ini harus dimengerti, ini bukan diskriminasi tapi upaya darurat untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Jadi semakin sedikit orang yang tidak bisa keluar rumah akan semakin baik.”

Selain itu, lanjutnya, PPKM darurat ini hanya berlaku selama dua pekan dan maksimal satu bulan, sehingga dinilai tidak akan berdampak secara jangka panjang untuk profesi-profesi yang wajib melaksanakan WFH. Sehingga proses persidangan perkara mungkin akan dilaksanakan secara daring (e-court), atau sesuai peraturan yang akan dan telah dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA).

“Selama ini persidangan e-court, kalau pidana harus jalan terus karena ada batas waktu. Karena tadi peradilan masuk ke esensial, apakah persidangan e-court atau tidak itu tergantung MA. MA mau mengacu ke aturan lama atau mungkin bikin baru. Karena kalau sidang kedua belah pihak harus hadir, termasuk kuasa hukum,” tegasnya.

Dalam butir ketiga ayat c instruksi tersebut dinyatakan sektor esensial yaitu sektor keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina Covid-19, industri orientasi ekspor diberlakukan 50% (lima puluh persen) maksimal staf Work from Office (WFO) dengan protokol kesehatan secara ketat. Kemudian, esensial pada sektor pemerintahan yang memberikan pelayanan publik yang tidak bisa ditunda pelaksanaannya diberlakukan 25% maksimal staf WFO dengan protokol kesehatan secara ketat.

Sedangkan, sektor kritikal seperti energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan dan minuman serta penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari diberlakukan 100% maksimal staf Work From Office (WFO) dengan protokol kesehatan secara ketat.

Tags:

Berita Terkait