Peradi Tawarkan Penyatuan Organisasi Lewat Munas
Terbaru

Peradi Tawarkan Penyatuan Organisasi Lewat Munas

Kendati ingin munas bersama diselenggarakan dengan sistem perwakilan/utusan cabang sesuai AD Peradi lama (Akta Pendirian). Peradi terbuka terhadap opsi one person one vote untuk mengakomodasi keinginan pihak terkait demi tercapainya penyatuan Peradi.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Ketua Umum Otto Hasibuan. Foto: Istimewa
Ketua Umum Otto Hasibuan. Foto: Istimewa

Melalui surat tertanggal 12 Agustus 2021, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.H. mengundang pimpinan Peradi-Suara Advokat Indonesia, Dr. Juniver Girsang, S.H., M.H. dan Peradi-Rumah Bersama Advokat, Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M. untuk mengadakan musyawarah nasional (munas) bersama. Usulan ini disampaikan untuk menindaklanjuti kesepakatan yang belum final antara tiga Peradi di bawah naungan Prof. Dr. Fauzie Hasibuan; Dr. Juniver Girsang, S.H., M.H.; dan Dr. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M. terkait rencana penyatuan Peradi di hadapan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., M.I.P. serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) pada 25 Februari 2020.

 

“Kami memandang perlu untuk mengupayakan adanya pembahasan kembali, agar maksud utama dari kesepakatan tanggal 25 Februari 2020 dapat tercapai. Pada 7 Oktober 2020, Peradi telah melaksanakan Munas dengan hasil pergantian Ketua Umum DPN serta susunan kepengurusan lengkap yang dilantik pada 8 Februari 2020. Usai menuntaskan segala aktivitas yang diperlukan dalam proses pergantian kepemimpinan,  saat ini kami anggap sudah memasuki waktu yang tepat untuk memulai lagi pembahasan tentang rencana penyatuan dan munas bersama,” sebagaimana disampaikan Otto dalam surat.

 

Usulan tersebut melingkupi sejumlah pokok pikiran, di antaranya rumusan munas bersama pada alinea ketiga—‘Proses penyatuan akan dimulai dengan rintisan Munas bersama yang akan disusun dan dipersiapkan secara adil’—yang ditandatangani oleh tiga Ketum Peradi di hadapan Menkopolhulkam dan Menkumham. Penyatuan sendiri, dimaksudkan untuk mewujudkan dan menegaskan kembali model single bar pada organisasi advokat (OA), sesuai amanat UU Advokat.

 

“Dengan pengertian, organisasi yang beranggotakan advokat bisa lebih dari satu, sejalan dengan asas kebebasan berserikat dan berkumpul. Namun, organisasi advokat yang melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud UU Advokat hanya satu organisasi advokat,” Otto menambahkan.

 

Nantinya, ada delapan kewenangan yang diberikan UU Advokat kepada OA, di antaranya, menyelenggarakan (1) Pendidikan Khusus Profesi Advokat; (2) pengujian calon advokat; (3) pengangkatan advokat; (4) membuat Kode Etik; (5) membentuk Dewan Kehormatan; (6) membentuk Komisi Pengawas; (7) melakukan pengawasan; dan (8) memberhentikan advokat. Adapun OA yang melaksanakan kewenangan tersebut adalah Peradi.

 

Bagi Peradi, single bar merupakan ‘roh’ dalam perspektif hubungan negara dan warga negara, khususnya untuk kepentingan perlindungan bagi pencari keadilan. Dengan single bar, fungsi kontrol sebuah OA dapat terlaksana dengan maksimal, sebab aturan mengenai standar kompetesi advokat melalui pendidikan dan ujian; penerapan sanksi bagi yang melanggar kode etik dan peraturan perundang-undangan; pengawasan; hingga pemberhentian advokat yang melanggar harus diserahkan kepada satu OA.

 

Otoritas ini tidak dapat diberikan kepada banyak OA. Terlebih, mengingat mayoritas OA di banyak negara juga menggunakan model single bar.

Tags:

Berita Terkait