Peraturan Pemicu Multitafsir Akan Dievaluasi
Berita

Peraturan Pemicu Multitafsir Akan Dievaluasi

Hal ini masuk dalam reformasi hukum pemerintah tahun 2017 yang fokus mengatasi soal kesenjangan sosial termasuk ketimpangan akses untuk memperoleh keadilan.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan pemerintah akan mengevaluasi sejumlah peraturan yang tidak sinkron dan yang dapat menciptakan multitafsir. Hal ini penting mengingat, peraturan multitafsir dapat berdampak pada lemahnya daya saing Indonesia di kancah global.

"Perlu ada evaluasi terhadap aturan yang tidak sinkron satu dengan yang lain yang cenderung membuat urusan menjadi berbelit-belit dan menimbulkan mulitafsir serta justru melemahkan daya saing kita dalam kompetisi global," kata Presiden Jokowi saat pembukaan rapat terbatas (ratas) lanjutan Pembahasan Reformasi Hukum di Kantor Presiden Jakarta, Selasa (17/1). (Baca Juga: Ini Harapan MA-KY Terkait Reformasi Kebijakan Hukum)

Selain itu, peraturan yang multitafsir dan tidak sinkron dengan aturan lainnya itujuga tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. "Saya pernah menyampaikan berkali-kali bahwa negara kita adalah negara hukum, bukan negara peraturan, dan bukan negara undang-undang artinya perlu ada evaluasi atau review atas berbagai peraturan perundang-undangan agar sejalan dengan jiwa Pancasila, amanat konstitusi, dan kepentingan nasional kita," tambah Presiden.

Selanjutnya, kementerian dan pemerintah daerah juga diminta agar saat membuat regulasi baru tidak boleh menjadikannya sebagai proyek tahunan. "Tapi diperhatikan betul agar aturan itu memiliki landasan yang kuat baik secara konstitusional, sosiologis maupun bersifat visioner," tambah Presiden.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga meminta agar dibuat penataan basis data peraturan perudang-undangan dengan manfaatkan sistem teknologi informasi. "Dilakukan penataan data base peraturan perudang-undangan, manfaatkan sistem teknologi informasi yang berkembang saat ini untuk mengembangkan layanan elektronik regulasi atau e-regulasi," jelas Presiden.

Penataan regulasi ini sejalan dengan agenda reformasi hukum pemerintah tahun 2017 yang fokus mengatasi soal kesenjangan sosial termasuk ketimpangan akses untuk memperoleh keadilan. "Masih banyak kelompok masyarkat kita, masyarakat marjinal yang belum mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum untuk memperjuangkan keadilan," ungkap Presiden. (Baca Juga: ICJR: Reformasi Hukum Harusnya Dimulai Pembenahan Hukuman Mati)

Pada Juni 2016 lalu, Menteri Dalam Negeri telah membatalkan 3.143 peraturan daerah (perda) yang bermasalah. Ribuan perda itu meliputi perda yang menghambat pertumbuhan ekonomi daerah, perda yang memperpanjang jalur birokrasi, perda yang hambat perizinan investasi dan menghambat kemudahan usaha, dan perda yang bertentangan dengan Undang-Undang. Selain perda, masih ada lagi masalah dalam peraturan menteri, surat edaran, dan peraturan pemerintah. 

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan bahwa paket reformasi hukum yang dilakukan pemerintah dapat memberikan rasa aman dan nyaman masyakarat. "Inti ratas (rapat terbatas) hari ini adalah menjawab pertanyaan masyarakat, (bagaimana) memberikan rasa aman terutama kepada para pelaku dunia usaha," kata Pramono.

Ia mengingatkan, pada 11 Oktober 2016 lalu, Presiden Jokowi sudah mencanangkan paket reformasi hukum yang berisi tiga hal, yaitu penataan regulasi, reformasi lembaga penegak hukum, dan pembangunan budaya hukum. Saat itu, Presiden juga membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) untuk memberantas praktik pungli di bawah koordinasi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.

"Tim saber pungli merupakan produk dari reformasi hukum tahap pertama, sudah berjalan dan dirasakan efek jeranya, misalnya perjalanan barang Surabaya-Jakarta tadinya harus melalui berbagai tahapan pungli, sekarang kan sudah tidak ada lagi pungli ini," kata Pramono.

Salah satu hal yang akan dilanjutkan dalam paket reformasi hukum adalah perbaikan pelayanan publik seperti pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), Kartu Tanda Penduduk (SIM), dan paspor. "Pelayanan publik masih ada kekurangan dan itu yang perlu dilakukan terobosan," kata dia.(Baca Juga: Berantas Pungutan Liar dan Penyelundupan Langkaw Awal Reformasi Hukum)

Pada bagian lain, Pramono menyatakan kondisi politik Indonesia sudah stabil, hanya memang ada pihak yang ingin memaksakan kehendak. "Presiden melalui Kapolri, Panglima TNI, dan jajaran penegak hukum lainnya akan mengambil langkah tegas bagi siapa pun yang katakanlah menganggu jalannya roda ekonomi bangsa ini. Kita tidak boleh disandera oleh siapa pun," kata Pramono.

Ia juga mengatakan bahwa pemerintah akan terus mengupayakan toleransi sebagai hal yang tak terbantahkan karena bangsa Indonesia dilahirkan sebagai multikultur dan multietnik. "Presiden sudah memberikan arahan berkaitan dengan dewan kerukunan nasional, juga berkaitan dengan bela negara yang ditangani Wantannas, dan juga berkaitan dengan pemantapan ideologi Pancasila. Kita tidak ingin persoalan kebinekaan ini diganggu siapa pun," tegas Pramono.
Tags:

Berita Terkait