Perjanjian Joint Venture Berujung Sengketa, Bagaimana Mekanisme Penyelesaiannya?
Utama

Perjanjian Joint Venture Berujung Sengketa, Bagaimana Mekanisme Penyelesaiannya?

Penunjukan lembaga peradilan untuk memutus sengketa harus disepakati sejak awal. Lembaga peradilan umum hingga badan abitrase internasional bisa menjadi tempat untuk penyelesaian sengketa.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Ingat Hal Ini Saat Buat Kontrak Usaha Patungan)

 

Berdasarkan pengalaman yang pernah ditangani, Almira menjelaskan investor asing tersebut sering menggunakan lembaga peradilan abitrase internasional dalam penyelesaian sengketa JVA. Menurut Almira, lembaga peradilan abitrase internasional dianggap lebih netral dibandingkan domestik.

 

“Misalnya dalam JVA ini salah satu pihaknya berasal dari Indonesia, maka dicari abitrasenya yang enggak ada hubungannya dengan Indonesia,” jelas Almira.

 

Terdapat dua lembaga abitrase internasional yang sering menjadi tempat penyelesaian sengketa JVA ini. Kedua lembaga tersebut yaitu Singapore International Arbitration Center (SIAC) dan International Chamber of Commerce (ICC) yang berpusat di Prancis. Sementara itu, Indonesia juga memiliki lembaga peradilan abitrase yaitu Badan Abitrase Nasional Indonesia (BANI).

 

Partner SSEK Indonesian Legal Consultans Dewi Savitri Reni menambahkan, penyelesaian dispute antar pemegang saham juga sering berjalan sesuai dengan mekanisme yang telah disepakati sejak awal.

 

Dia melanjutkan, setidaknya terdapat empat potensi sengketa antar para pihak dalam perjanjian JVA ini. Keempat sengketa tersebut yaitu, sengketa wanprestasi, perbuatan melawan hukum, kasus pidana (penipuan) dan likuidasi.

 

Dengan demikian, dalam perjanjian JVA ini perlu memuat klausul untuk menghindari perselisihan seperti pasal-pasal mengenai tindakan yang ditempuh saat wanprestasi, hak untuk buy out, hak penjualan kepada pihak ketiga tanpa perlu persetujuan (exercise right of first refusal).

 

Tidak jarang, sengketa ini diselesaikan dalam ranah pidana. Kasus ini umumnya terjadi pada perjanjian JVA yang melibatkan investor domestik. Penyelesaian secara pidana dianggap lebih mudah dilakukan dibandingkan secara perdata.

 

“Permasalahan hukum yang merepotkan adalah pada saat para pihak sudah sepakat memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa, ternyata salah satu pihak malah melakukan tindakan-tindakan di luar kesepakatan yang disepakati, misalnya dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di pengadilan di Indonesia dan melaporkan penanam modal yang lainnya ke polisi.  Langkah-langkah ini biasanya dilakukan untuk memaksa pihak yang satu untuk menyerah atau untuk melakukan settlement,” jelas Vitri. 

 

Tags:

Berita Terkait