Perkara Dugaan Kartel Minyak Goreng, Ini Penjelasan Pelaku Usaha
Terbaru

Perkara Dugaan Kartel Minyak Goreng, Ini Penjelasan Pelaku Usaha

Dipicu kenaikan harga crude palm oil (CPO) dunia serta kebijakan pemerintah mengintervensi pasar.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 4 Menit

Untuk merespons hal tersebut, Kementerian Perdagangan sejak Januari 2022 menerbitkan belasan peraturan dalam waktu singkat, antara lain penetapan harga eceran tertinggi (ET) minyak goreng kemasan, peraturan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk CPO/atau RBD Olein bagi pelaku usaha yang ingin mengekspor.

Hal ini berakibat pada harga minyak goreng yang sebelumnya diperdagangkan secara bebas melalui mekanisme pasar, berubah menjadi pasar yang diregulasi oleh pemerintah. “Dengan demikian, hukum persaingan sudah tidak lagi relevan karena persaingan yang terjadi diatur oleh pemerintah melalui instrumen kebijakan persaingan,” jelas Rikrik.

Karena itu, Rikrik menilai, dalam perkara ini KPPU telah mengabaikan peran kebijakan pemerintah yang menjadi akar permasalahan dan hanya menuduh kepada produsen yang tunduk pada kebijakan pemerintah sebagai penyebab kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng.

Rikrik menambahkan, berdasarkan keterangan para saksi di persidangan, kelangkaan ini sebenarnya terjadi hanya untuk minyak goreng kemasan merek-merek premium di ritel-ritel modern. Sementara minyak goreng curah banyak tersedia di pasar. Namun, karena ada peraturan pemerintah, harga minyak goreng kemasan menjadi sama dengan harga minyak curah.

Sulit Terjadi

Kuasa hukum dari AHP lainnya, Farid Nasution menambahkan, kartel adalah tindakan bersama antara pelaku usaha tertentu untuk menyepakati keputusan strategis mereka di pasar. Misalnya harga, produksi, penjualan dan sebagainya. Dalam perkara minyak goreng ini, KPPU menduga penetapan harga dilakukan oleh 27 perusahaan dari 13 kelompok usaha yang berbeda. Dengan begitu banyaknya jumlah terlapor dalam kasus ini, kartel penetapan harga menjadi sangat sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan.

“Hal ini diperkuat dengan keterangan para saksi yang sudah dihadirkan di persidangan baik oleh Investigator maupun Terlapor yang mengaku tidak mengetahui adanya koordinasi antara pengusaha untuk menaikkan harga jual,” ungkap Farid.

Farid melanjutkan, investigator KPPU juga tidak dapat membuktikan bahwa pembatasan peredaran minyak goreng dilakukan oleh produsen. Sebab, produsen minyak goreng tidak punya kendali atas rantai distribusi minyak goreng yang begitu panjang, mulai dari produsen, distributor, sub distributor, agen, pedagang grosir, supermarket/swalayan, pedagang eceran, sampai dengan konsumen akhir.

Tags:

Berita Terkait