Perlindungan HAM dan Penegakan Hukum dalam RUU Penyadapan
Kolom

Perlindungan HAM dan Penegakan Hukum dalam RUU Penyadapan

​​​​​​​Penyadapan sebagai bagian dari kegiatan penegak hukum mestinya dilakukan dengan mekanisme yang jelas agar tidak mencederai hak asasi manusia dalam berkomunikasi dan memenuhi kepentingan publik untuk dimintai pertanggungjawaban.

Bacaan 2 Menit

 

Rancangan norma ini sebenarnya ditujukan terhadap pihak yang tidak memiliki sangkut paut dengan dugaan tindak pidana namun komunikasinya dengan pelaku membuat identitasnya (nama, wajah, pekerjaan) disebutkan dalam proses persidangan, itu artinya yang perlu diatur adalah bagaimana syarat konten penyadapan yang diserahkan sebagai bukti dipersidangan.

 

Kalau merujuk pada pembukaan tulisan di atas, maka ada 98% konten penyadapan yang tidak berkaitan maka perlu dilakukan penutupan dengan cara dikaburkan atau tidak perlu ditampilkan atau seandainya pun ada pihak-pihak yang tetap merasa dirugikan maka sebenarnya tuntutan berupa keberatan diajukan kepada penuntut umum yang mengajukan pembuktian dipersidangan.

 

Hal ini karena, penuntut umum telah mengetahui konten penyadapan dan punya kesempatan melakukan edit bukti elektronik namun tetap memastikan keaslian bukti elektronik. Berbeda dengan hakim yang baru mengetahui bukti-bukti penyadapan di dalam proses persidangan sehingga tidak tepat dijadikan objek keberatan sebagaimana dimaksud dalam RUU di atas.

 

Selanjutnya di dalam RUU Pasal 14 diatur “Hasil Penyadapan yang telah selesai masa penyimpanannya dapat diperpanjang dengan penilaian kembali melalui penetapan pengadilan”. Rancangan norma ini tidak memberikan batasan lama waktu perpanjangan sehingga berpotensi menimbulkan penafsiran masing-masing dari para hakim, padahal secara ideal penyidik sudah mampu menginventaris kebutuhan penyimpanan yang selama ini sudah dilakukan. Adapun mengenai sejumlah  perbedaan mekanisme dalam sejumlah undang-undang telah diakomodir dalam RUU ini karena telah ada bab khusus mengenai pelaksanaan penyadapan, persyaratan penyadapan, tata cara penyadapan.

 

Pada persyaratan penyadapan diatur sejumlah syarat di antaranya dalam Pasal 8 ayat (2) yang wajib melampirkan berkas secara tertulis dan/atau elektronik yang meliputi a). salinan surat perintah kepada penegak huum yang bersangkutan; b). identifikasi sasaran; c). pasal tindak pidana yang disangkakan; d). tujuan dan alasan dilakukannya Penyadapan; e). substansi informasi yang dicari dan f). jangka waktu Penyadapan.

 

Walaupun telah diatur rinci namun ada kalanya penegak hukum melakukan penyadapan untuk menemukan terpidana yang menjadi buronan melalui penyadapan sehingga mestinya diatur syarat khusus yang tidak mencantumkan huruf b dan c agar sesuai dengan kebutuhan praktik. Penyadapan juga dilakukan dengan penetapan pengadilan negeri dan apabila penyadapan akan dilakukan terhadap pejabat yang memiliki kewenangan terkait maka permohonan penyadapan diajukan kepada Mahamah Agung, frasa ini mencegah terjadinya conflict of interest antara yang memberikan izin dengan yang melakukan penyadapan.

 

Penutup

Penyadapan sebagai bagian dari kegiatan penegak hukum mestinya dilakukan dengan mekanisme yang jelas agar tidak mencederai hak asasi manusia dalam berkomunikasi dan memenuhi kepentingan publik untuk dimintai pertanggungjawaban. Coba direnungkan, “Kalau dalam proses penegakan hukum yang ideal saja masih terbuka potensi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) apalagi dalam penegakan hukum yang tanpa kontrol”.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait