Perlindungan Pembela HAM Masuk Revisi UU HAM?
Berita

Perlindungan Pembela HAM Masuk Revisi UU HAM?

Harus ada definisi dan parameter yang jelas siapa pembela HAM.

ADY
Bacaan 2 Menit
gedung Komnas HAM. Foto: SGP
gedung Komnas HAM. Foto: SGP
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menaruh perhatian pada ancaman yang menimpa para aktivis pembela HAM. Sepanjang periode 2012-2015, Komnas HAM mencatat belasan kasus kekerasan yang menimpa aktivis pembela HAM di Tanah Air.  Komisioner Komnas HAM, Siti Noor Laila, memprediksi jumlahnya lebih banyak karena mungkin sebagian tak dilaporkan. (Baca juga: Setahun, 25 Kasus Menimpa Aktivis HAM).

Dua dari kasus yang mendapat perhatian publik adalah pembunuhan Salim Kancil dan Indra Pelani. Salim Kancil dibunuh karena aktivitasnya menolak pertambangan di desanya. “Kedua pembela HAM itu harus meregang nyawa karena aktivitasnya dalam memperjuangkan hak masyarakat di daerahnya,” kata Siti dalam diskusi di kantor Komnas HAM Jakarta, Selasa (27/09). (Baca juga: Perlindungan Aktivis HAM Perlu Diperkuat).

Komnas HAM sendiri berharap isu perlindungan aktivis pembela HAM masuk dalam revisi UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Revisi itu masuk Prolegnas 2015-2019. “Komnas HAM mendorong perlindungan pembela HAM. Kita bisa memasukan itu dalam revisi UU HAM,” ujarnya.

Selama ini Komnas berusaha membantu memberikan perlindungan kepada para pembela HAM, termasuk bekerjasama dengan kepolisian dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Tetapi perlindungan optimal seharusnya diberikan oleh Pemerintah. Apalagi mereka yang bekerja di lapangan kemanusiaan. Mereka sangat rentan mendapatkan ancaman atau serangan dari kelompok kepentingan tertentu, seperti pemodal dan pemegang kekuasaan.

Komisioner LPSK, Lili Pintauli, menegaskan LPSK bisa memberi perlindungan terhadap pembela HAM jika perkara yang menimpanya diproses hukum. Misalnya, seorang pembela HAM mengalami kekerasan kemudian melaporkannya kepada kepolisian. “Itu tantangan kami dalam melindungi pembela HAM. Karena perlindungan yang kami berikan jika terkait pidana. Kalau kasus yang menimpa pembela HAM tidak diteruskan pada proses hukum, LPSK tidak bisa memberi perlindungan,” papar Lili.

Paramater harus jelas
Staf Deputi V pada Kantor Staf Kepresidenan, Ifdhal Kasim, mengatakan harus ada defenisi tentang pembela HAM. Perlu parameter yang jelas dan tegas. Jika itu tidak dipenuhi maka perlindungan yang dimaksud akan sulit dilakukan. Dikhawatirkan pada praktiknya nanti sulit membedakan mana yang tergolong pembela HAM atau bukan.

Defenisi dan parameter yang jelas itu penting untuk mencegah adanya kelompok yang berdalih pembela HAM tapi tujuannya tidak selaras dengan HAM.”Jangan sampai ini ditumpangi kepentingan yang berbeda dengan tujuan pembela HAM,” pungkasnya.

Mantan Ketua Komnas HAM itu mengatakan perlindungan terhadap pembela HAM tidak perlu diatur dalam UU khusus. Aturan itu bisa dimasukan dalam regulasi lain yang terkait seperti KUHP atau UU HAM. Misalnya, pasal-pasal defamasi yang ada di KUHP diatur agar tidak berlaku bagi pembela HAM.
Tags:

Berita Terkait