Perlu Adanya Aturan Teknis Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah
Terbaru

Perlu Adanya Aturan Teknis Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah

Ketiadaan aturan larangan rangkap jabatan bagi penjabat kepala daerah dapat menimbulkan masalah serius dalam tata kelola pemerintahan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Resmi sudah lima orang penjabat (Pj) Gubernur dilantik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menggantikan kepala daerah yang telah memasuki masa purna bhaktinya. Namun, dalam praktiknya ke depan, ada potensi kerumitan secara hukum dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Pasalnya, belum adanya aturan teknis terkait penunjukan penjabat kepala daerah tersebut.

Demikian disampaikan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Tholabi Kharlie kepada Hukumonline, Kamis (12//5/2022). “Ketiadaan aturan teknis dalam penunjukan penjabat kepala daerah ini akan memunculkan kerumitan hukum. Apalagi terkait dengan tindak lanjut atas putusan MK,” ujarnya.

Menurutnya terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.67/2021. Dalam putusan tersebut, Mahkamah menyebut proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah harus dimaknai dalam ruang lingkup pemaknaan secara demokratis sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.  Bagi Tholabi, aturan penunjukan penjabat kepala daerah telah diatur jelas dalam Pasal 174 ayat (7) UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU.

Begitupula tertuang dalam Pasal 19 ayat (1) UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Serta Pasal 130 ayat (3) dan Pasal 131 ayat (4) Peraturan Pemerintah (PP) No.6 Tahun 2005 tentang tentang Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Nah khusus PP 6/2005 mengatur kriteria siapa saja yang dapat mengisi penjabat kepala daerah termasuk kriteria Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).

“Berbagai aturan tersebut belum bicara soal mekanisme demokratis sebagaimana yang telah diingatkan oleh MK,” kata dia.

Ketua Forum Dekan Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini menilai ada masalah lain yang perlu mendapat perhatian. Sebab. aturan yang ada tidak mengatur larangan rangkap jabatan bagi penjabat kepala daerah. Ketiadaan aturan larangan rangkap jabatan itulah berpotensi menimbulkan masalah serius dalam tata kelola pemerintahan.

Dia khawatir bakal munculnya persoalan efektivitas dan soal etika penyelenggara pemerintahan.  Masalahnya, masa jabatan penjabat kepala daerah boleh dibilang bakal berlangsung lama, bukan hitungan bulan. Seperti dalam kasus Provinsi Banten, Penjabat Kepala Daerah diisi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten.

Tags:

Berita Terkait