Perlu Harmonisasi Peraturan Batas Usia Anak
Berita

Perlu Harmonisasi Peraturan Batas Usia Anak

Ini berkaitan dengan batas usia pertanggungjawaban pidana seorang anak.

Oleh:
Dny
Bacaan 2 Menit

 

UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menetapkan usia nikah 16 tahun untuk perempuan, dan 19 tahun untuk laki-laki. Bahkan, di bawah usia yang ditentukan pun, anak bisa dikawinkan dengan izin dari pengadilan. “Akan ada anak-anak yang masih berusia anak-anak karena sudah menikah dia tidak bisa mendapatkan hak-haknya lagi,” tukas Ahmad.

 

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Sari Gumelar mengamini perlunya penyeragaman definisi usia anak di dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Menteri berharap ada forum duduk bersama antar pemangku kepentingan untuk harmonisasi seluruh peraturan perundang-undangan yang ada. Mengenai waktunya, kata Linda, lebih cepat lebih baik.

 

Saat ini diketahui Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Peradilan Anak. Draf ini adalah revisi terhadap Undang-Undang yang berlaku saat ini. Dalam draft RUU disebutkan  anak dianggap sudah bisa mempertanggungjawabkan perbuatan pidana pada umur 12 tahun.

 

Walaupun usia pertanggungjawaban pidana anak sudah dinaikan dari 8 ke 12 tahun, Koordinator Fasilitator Konsultasi Anak Koalisi, Hening Budiyawati, menilai usia 12 tahun masih terlalu rendah untuk mempertanggunjawabkan perbuatan pidana. Menurut dia, yang bisa dimintakan pertanggungjawaban pidana adalah orang yang berusia 18 tahun ke atas.

 

Apalagi, penjara tidak membuat anak-anak manjadi lebih baik. Terutama anak-anak yang ditempatkan di LP dewasa. “Mereka justru banya ilmu-ilmu yang didapatkan dari narapidana dewasa ketika mereka keluar,” terang Hening.

 

Ketika anak melakukan tindak pidana proses pertanggungjawaban anak adalah rehabilitasi. Bagaimana pemerintah melakukan upaya-upaya untuk pemulihan terhadap perbuatan yang dilakukan. “Karena anak-anak melakukan ini kan ada latar belakangnya,” ungkapnya.

 

Yang juga penting untuk dilakukan adalah proses reintegrasi sosial. Dalam beberapa kasus, ketika anak sudah keluar dari penjara, keluarganya tidak mau menerima si anak kembali. Kondisi membuat anak kembali ke jalanan, dan kemungkinan kembali melakukan pelanggaran hukum.

Tags: