Perlu Tindakan Tegas Terhadap Penyelenggara Umrah Bodong
Berita

Perlu Tindakan Tegas Terhadap Penyelenggara Umrah Bodong

Bisnis umrah tak sekadar bisnis. Penyelenggaraannya harus sesuai prinsip syariah.

Oleh:
CR-25
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi peserta umrah. Foto: MYS
Ilustrasi peserta umrah. Foto: MYS

Setelah sejumlah kasus penipuan calon jamaah umrah muncul, Kementerian Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama (Permenag) No. 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. Permenag ini diharapkan bisa membuat perjalanan ibadah umrah yang efektif dan efisien, sekaligus memperkuat pengawasan oleh Kementerian Agama terhadap perusahaan penyelenggara umrah abal-abal.

 

Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KKPHI), Syamsul Ma’arif menyambut baik terbitnya regulasi tersebut, sekaligus merespons positif tindakan Kementerian Agama mencabut izin penyelenggara umrah yang melakukan penipuan terhadap calon jamaah umrah. Namun, menurut Syamsul, pencabutan izin saja tak cukup. Perlu langkah antisipatif untuk memberikan rasa adil kepada calon jamaah umrah, yakni penyitaan aset-aset perusahaan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Tindakan itu bisa dilakukan bekerjasama dengan aparat penegak hukum terhadap perusahaan yang telah dicabut izinnya. Bagaimanapun duit calon jamaah harus dikembalikan. “Kemenag harus secepatnya bekerjasama dengan aparat kepolisian, agar aset-aset keempat travel tersebut bisa segera disita,” tukas Syamsul, seperti dilansir Antara.

 

(Baca juga: Marak Umrah Bodong, Pemerintah Diminta Perbaiki Regulasi)

 

Peneliti Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi berpendapat masih ada beberapa poin penting perlu diperkuat setelah terbitnya Permenag No. 8 Tahun 2018. Misalnya proses pendataan biro travel dan sistem pengawasan yang lebih ketat menuntut pelaporan pendaftaran jamaah, juga diikuti rencana kampanye publik lewat media dan website sebagai lahan edukasi publik terkait umrah yang benar.

 

Namun Dadi mengkritisi PPermenag karena belum menaruh perhatian besar pada penyelesaian nasib calon jamaah yang dirugikan. Harusnya, kata Dadi, Permenag tidak hanya responsif terhadap upaya preventif penyelesaian masalah, namun juga harus memberikan solusi represif dalam menyelesaikan masalah tersebut. “Ada ratusan ribu orang dan jumlah dana jemaah lebih dari Rp2 triliun yang terancam hilang karena ditipu pengusaha nakal,” pungkas Dadi sebagaimana dilansir Antara.

 

Dadi juga mengingatkan Kemenag untuk terus melakukan pemantauan terkait celah-celah yang harus dibenahi selama penerapan aturan pada Permenag No. 8 Tahun 2018. Jangan sampai regulasi baru ini bernasib sama dengan Permenag sebelumnya yang selalu berhasil disiasati oleh mereka yang berniat buruk untuk memanfaatkan berbagai celah kelemahan yang terdapat dalam regulasi dan peraturan pemerintah.

 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Nizar Ali mengatakan Permenag No. 8 Tahun 2018 diterbitkan dengan harapan dapat menyehatkan industri umrah sekaligus melindungi para jamaah. Pasalnya, jelas Nizar, dalam setahun rata-rata jemaah umrah di Indonesia mencapai hampir 1 juta orang.

 

Dalam pengamatan Nizar, selama ini banyak ditemukan indikasi bisnis umrah yang tidak berlandaskan prinsip-prinsip syari’ah, Nizar mencontohkan, seperti penjualan dengan skema ponzi, penggunaan dana talangan yang berpotensi menjerat jamaah dan sebagainya. “Bisnis umrah bukanlah bisnis sebagaimana umumnya, umrah adalah ibadah. Karenanya pengelolannya harus benar-benar berbasis syari’ah,” pungkas Nizar.

Tags:

Berita Terkait