Perpres Persetujuan Rancangan Permen Dinilai Potensi Perpanjang Birokrasi
Terbaru

Perpres Persetujuan Rancangan Permen Dinilai Potensi Perpanjang Birokrasi

Terdapat tiga kriteria rancangan peraturan menteri/peraturan kepala lembaga yang mesti mendapat persetujuan presiden. Seharusnya yang dioptimalkan adalah proses pengharmonisasian dalam penyusunan peraturan tingkat menteri/lembaga, sehingga tidak diperlukan persetujuan presiden.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Pria yang akrab disapa Fadlan ini melanjutkan secara teknis penyusunan rancangan permen ataupun perkalaga ujungnya harmonisasi. Dari sinilah terlihat substansi peraturan masuk atau tidak tiga kritera tersebut. Dia memastikan adanya Perpres ini untuk membahas substansi dari rancangan permen/perkalaga agar tidak tumpang tindih, tidak bertabrakan dengan rencana kerja pemerintah, dan tidak menimbulkan masalah di masyarakat.

Peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Muhammad Nur Sholikin mengatakan dalam konsiderans disebutkan untuk menyelaraskan gerak penyelenggaraan pemerintahan dan menjaga arah kebijakan pembangunan nasional presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi harus mengetahui setiap kebijakan yang bakal ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga.

“Tentu saja pengaturan konsiderans tersebut malah membuat orang bertanya. Apakah permasalahan selama ini Presiden tidak tahu rencana kebijakan yang akan dibuat Menteri/Kepala Lembaga?”

Dia menilai tiga kriteria yang diatur dalam Perpres tersebut masih abstrak dan menimbulkan penafsiran yang luas. Menurutnya, melalui Perpres 68/2021 malah menambah panjang birokrasi peraturan perundang-undangan. Sebab, dalam prosesnya terjadi pengulangan tahap pengharmonisasian bila harus mendapat persetujuan presiden.  

Pasal 4 Pepres 68/2021 menyebutkan, “Sebelum dimintakan Persetujuan Presiden, Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga telah melalui pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi yang dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan”.

Mantan Direktur Eksekutif PSHK periode 2015-2019 ini menilai upaya mereformasi regulasi malah menimbulkan kompleksitas dalam alur penyusunan permen/perkalaga dan berdampak terhadap aspek kelembagaan peraturan perundang-undangan yang semakin rumit. Dia mengingatkan data PSHK periode Januari-Juli 2021 sudah terbit peraturan perundang-undangan yakni 2 UU; 76 peraturan pemerintah; 61 perpres, dan 471 permen. “Jadi ini bukan langkah prioritas dalam reformasi regulasi,” katanya.

Memperumit persoalan

Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Fitriani Ahlan Sjarif mengatakan penyelesaian persoalan obesitas peraturan perundangan tidak dengan menambah prosedur, tapi dengan mengembalikan porsi dan kewenangan pejabat sesuai dengan konstitualisme. Apalagi terdapat UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Seperti dalam Pasal 8 menyebutkan kementerian yang melaksana urusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) menyelenggarakan fungsi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakannya di bidangnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait