Pilkada Serentak Rawan Sengketa
Berita

Pilkada Serentak Rawan Sengketa

Salah satu penyebabnya, sengketa kepengurusan parpol.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pilkada Serentak Rawan Sengketa
Hukumonline
Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus masih mempersiapkan pelaksanaan Pilkada serentak yang kemungkinan digelar 9 Desember 2015. Persiapan dilakukan jauh-jauh hari agar pelaksanaan Pilkada berjalan mulus. Meskipun demikian, KPU tak menafikan potensi sengketa selama dan setelah Pilkada serentak.

Salah satu penyebabnya adalah kepengurusan ganda partai politik (parpol). Hingga kini, Partai Golkar dan PPP masih menghadapi masalah kepengurusan ganda. Prosesnya bahkan sampai ke pengadilan.

Karena itu, Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiansyah, mengatakan kepengurusan parpol sebagai peserta pilkada serentak harus diperhatikan. Kandidat kepala daerah umumnya diajukan oleh parpol. Ada 12 parpol yang ikut pemilu 2014. Namun tak semua parpol solid. KPU akan menghadapi masalah kepengurusan mana yang harus diakui.

Menurut Ferry, KPU akan menerima kepengurusan parpol yang dinyatakan sah berdasarkan instansi pemerintah terkait. "Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan kepengurusan parpol yang sah. Memang itu akan jadi potensi masalah dalam penyelenggaraan Pilkada serentak nanti," katanya dalam diskusi di media center KPU di Jakarta, Rabu (08/4).

Untuk pendaftaran peserta Pilkada, dikatakan Ferry, awalnya direncanakan 22-24 Juli 2015. Tapi, setelah berkonsultasi dengan DPR maka diubah jadi 26-28 Juli 2015. Menurutnya, jadwal Pilkada sangat ketat sehingga tidak bisa dilakukan perubahan signifikan. Jadwal itu juga dirancang memperhatikan potensi sengketa yang bisa muncul pasca Pilkada. Sebab, sengketa Pilkada yang berujung ke pengadilan membutuhkan waktu lama untuk penyelesaiannya. "Sengketa nanti membutuhkan waktu, apakah sengketa yang dibawa sampai ke Bawaslu, PTUN sampai banding ke MA," ujarnya.

Peneliti Electoral Research Institute (ERI), Nur Hasyim, berpendapat waktu yang diberikan kepada penyelenggara untuk mempersiapkan Pilkada serentak sangat sempit. Apalagi ada sejumlah daerah yang akan ikut Pilkada serentak 2015 tapi masih terkendala soal anggaran. Ia khawatir dengan persiapan yang singkat, Pilkada serentak tidak dapat diselenggarakan secara berkualitas. "Penyelenggaraan Pilkada serentak ini berpotensi memunculkan sengketa yang berujung ke pengadilan," urainya.

Nur menilai proses sengketa yang masuk peradilan prosesnya akan berlarut sekalipun UU memberi batas waktu penyelesaian sengketa itu di pengadilan. Hal itu berpotensi tinggi menimbulkan konflik. "Yang disengketakan dalam Pilkada itu biasanya keabsahan hasil, bukan prosesnya," katanya.

Begitu pula soal kepengurusan parpol, Nur melanjutkan, UU Parpol mengamanatkan kepengurusan parpol disahkan KemenkumHAM. Sayangnya, UU Parpol tidak memberi penjelasan yang "clear" soal penyelesaian konflik kepengurusan parpol. Hal itu akan menyulitkan penyelenggaraan Pilkada serentak 2015, terutama KPUD. Guna membenahi persoalan itu Nur mengusulkan agar KPU meminta fatwa kepada MA atau MK.

Peneliti LIPI sekaligus dosen pascasarjana Universitas Nasional, Syamsuddin Haris, mengingatkan penting untuk mengantisipasi agar Pilkada serentak tidak menghasilkan konflik. Ia khawatir Pilkada serentak akan memunculkan konflik yang juga serentak di sejumlah daerah. Potensi konflik itu makin besar karena kepala daerah yang masa jabatannya selesai di semester pertama 2016 akan ikut dalam Pilkada serentak 2015.

"Potensi sengketa yang bisa muncul sifatnya juga serentak. Ditambah lagi penyelesaian sengketa yang tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, bakal memicu ketidakpuasan pihak yang bersengketa baik parpol dan masyarakat," papar Syamsuddin.
Tags:

Berita Terkait