Polemik Permohonan PKPU Jiwasraya
Utama

Polemik Permohonan PKPU Jiwasraya

Jiwasraya menunjuk jaksa pengacara negara sebagai kuasa hukum. Atas penunjukan itu, kuasa hukum pemohon PKPU menyatakan keberatan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Terkait penunjukan Kejaksaan Negeri Jakpus sebagai kuasa hukum Jiwasraya, kurator Imran Nating menegaskan bahwa jaksa berhak mewakili Jiwasraya sebagai jaksa pengacara. Hal ini bahkan sering dilakukan dalam kasus-kasus yang melibatkan BUMN/BUMN di BANI.

“Kita lihat dulu, penunjukan jaksa ini selaku penyidik atau pengacara negara? Kalau pengacara negara maka berhak mewakili Jiwasraya karena memang posisi pengacara negara. Jika sebagai konteks sebagai jaksa pengacara, sah-sah saja. Kita pernah tandem di BANI mewakili BUMD, tandem satu tim dan mereka berhak bertindak sebagai jaksa pengacara, pastikan statusnya sebagai jaksa pengacara, bukan penyidik,” kata Imran saat dihubungi oleh Hukumonline, Rabu (28/4).

Pada dasarnya, penunjukan jaksa sebagai kuasa hukum dari BUMN/BUMD bukanlah hal baru. Namun, lanjut Imran, hal ini memang baru terjadi di kasus PKPU dan Kepailitan. Dalam bertugas jaksa pengacara melepaskan seluruh atribut jaksa sebagai penyidik, dan biasanya jaksa pengacara berasal dari Kasidatun dan Asdatun yang khusus menangani perkara perdata dan tata usaha negara.

Kewenangan jaksa untuk mewakili BUMN/BUMD sebagai kuasa hukum diatur dalam Pasal 30 UU No. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan). Pasal tersebut berbunyi “Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah.”

Menurut mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Martin Basiang, dalam tulisannya ‘Tentang Jaksa Selaku Jaksa Pengacara Negara’, berasumsi makna ‘kuasa khusus’ dalam bidang keperdataan sebagaimana tercantum dalam UU Kejaksaan, dengan sendirinya identik dengan pengacara. Istilah pengacara negara, tulis Martin, adalah terjemahan dari landsadvocaten yang dikenal dalam Staatblad 1922 No. 522 tentang Vertegenwoordige (keterwakilan) van den Lande in Rechten.

Pasal 2 Staatblad 1922 No. 522 menyebutkan dalam suatu proses (atau sengketa) yang ditangani secara perdata, bertindak untuk pemerintah sebagai penanggung jawab negara di pengadilan adalah opsir justisi atau jaksa.

Posisi jaksa selaku ‘pengacara’ negara tak lantas membuat seluruh jaksa bisa menjadi JPN. Menurut Martin, sebutan itu ‘hanya kepada jaksa-jaksa yang secara struktural dan fungsional melaksanakan tugas-tugas perdata dan tata usaha negara’. Sebutan ‘pengacara’ dalam Jaksa Pengacara Negara tak bermakna pula bahwa JPN tunduk pada dan diikat Undang-Undang Advokat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait