Polemik Permohonan PKPU Jiwasraya
Utama

Polemik Permohonan PKPU Jiwasraya

Jiwasraya menunjuk jaksa pengacara negara sebagai kuasa hukum. Atas penunjukan itu, kuasa hukum pemohon PKPU menyatakan keberatan.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

Kewenangan OJK

Imran juga menegaskan bahwa dalam Kepailitan dan PKPU, tidak ada jalan lain yang diberikan kepada nasabah untuk mengajukan permohonan PKPU dan pailit kepada perusahaan asuransi. PKPU dan pailit terhadap perusahan asuransi hanya bisa dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini jelas diatur dalam Pasal 223 jo Pasal 2 ayat 5 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, di mana permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi tidak dapat diajukan langsung oleh kreditur.

“Hanya OJK yang boleh mengajukan PKPU dan pailit terhadap perusahaan asuransi, titik. Tidak ada diksusi untuk itu. Bahasa saya, tolong jangan goda pengadilan, Kasus asuransi Krishna adalah sebuah kealpaan luar biasa dari pengadilan,” jelas Imran.

Bahkan saat pembahasan UU Kepailitan dan PKPU yang dilakukan pada tahun 2004 lalu, lanjut Imran, agenda utamanya adalah untuk meloloskan Pasal 223 tersebut demi melindungi perusahaan asuransi. Dalam pembahasan UU Kepailitan dan PKPU di tahun 2004 tersebut tersebut rupanya juga memasukkan pasal yang memberikan kewenangan kreditur mengajukan PKPU dan pailit meskipun hal ini tidak masuk dalam pembahasan. Hal ini harus dipahami oleh advokat atau penegak hukum.

“Sebagai advokat, penegak hukum harusnya bisa ngomong ke klien kalau UU tidak memperbolehkan itu. Karena pembahasan UU Kepailitan dan PKPU Tahun 2004, poin utama hanya untuk menggolkan ini (PKPU dan pailit lembaga keuangan/non bank hanya bisa dilakukan oleh OJK). Ada beberapa pasal lain juga dan sekalian dimasukkan, tetapi menyusul satu ayat, di mana kreditur boleh mengajukan PKPU, tiba-tiba pasal ini masuk. Kecolongan. Karena seharunsya hanya debitur yang boleh mengajukan PKPU dan pailit,” tegasnya.

Namun demikian Imran juga melayangkan kritik dan masukan kepada OJK. Selaku lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengajukan pailit dan PKPU kepada perusahaan asuransi, OJK tidak boleh menutup mata. PKPU bukanlah barang haram sehingga OJK tak perlu alergi untuk mengajukan PKPU saat perusahaan asuransi berada dalam kesulitan.

“OJK juga jangan menutup mata, ketika ada lembaga insurance yang sedang bermasalah, PKPU bukan barang haram. Ketika asuransi sudah engap, OJK jangan alergi untuk mengajukan PKPU, justru PKPU akan membantu perusahaan dan pemegang polis, OJK jangan diam saat ada permintaan PKPU dari kreditur diam. Kalau OJK diam, mungkin teman-teman advokat ini kesal akhirnya coba-coba maju karena OJK tutup mata,” ujarnya.

Untuk diketahui, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menerbitkan Peraturan OJK Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Terkait hal tersebut, kreditor yang menilai bahwa sebuah perusahaan perasuransian memenuhi persyaratan pailit berdasarkan UU Kepailitan dapat menyampaikan permohonan kepada OJK agar OJK mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan kepada pengadilan niaga.

Kemudian dalam hal kreditor menilai bahwa sebuah perusahaan perasuransian memenuhi persyaratan pailit berdasarkan UU Kepailitan, maka upaya yang dapat dilakukan oleh krediror adalah menyampaikan permohonan kepada OJK agar OJK mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan perasuransian ke pengadilan niaga.

Sayangnya, lanjut Imran, OJK tidak memiliki mekanisme banding atau lembaga sanggah saat pengajuan permohonan PKPU dan pailit dari kreditur ditolak oleh OJK. Padahal lembaga sanggah ini diperlukan untuk mengetahui alasan penolakan OJK untuk mengajukan PKPU dan pailit. Sehingga Peraturan OJK 28/2015 layak untuk diperbaiki.

“Ada aturan di OJK tentang aturan pailit, sayangnya tidak ada upaya banding atau lembaga sanggah di OJK, kalau OJK tolak permohonan tersebut ya sudah selesai. Bikin dong lembaga sanggah ketika OJK menolak, kita bisa banding, bisa tahu alasan penolakan tersebut apa. OJK jangan tutup mata, mestinya aturan OJK ini diperbaiki, ketika anda menolak orang berhak banding, karena memang faktanya ada utang yang sudah jatuh tempo. Nanti di forum banding akan dijelaskan oleh OJK dan bisa adu data. Apakah alasan OJK kalau perusahaan asuransi di PKPU bisa berdampak sistemik atau seperti apa, jadi tidak diam saja. Orang tidak gedeg, tapi jangan karena kita gedeg kita melanggar,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait