Polusi Asap Harus Ditangani Dengan Semangat Kerjasama
Berita

Polusi Asap Harus Ditangani Dengan Semangat Kerjasama

Berdasarkan prinsip good faith Indonesia seharusnya terikat pada ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution, Sayang, belum diratifikasi.

CR-3
Bacaan 2 Menit
Polusi Asap Harus Ditangani Dengan Semangat Kerjasama
Hukumonline

 

Sementara anggota Komisi I DPR Permadi mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak perlu takut kalaupun nanti Malaysia mengajukan Indonesia. Karena faktanya, lanjut Permadi, banyak pengusaha Malaysia yang juga berperan sehingga bencana polusi asap ini terjadi.

 

Indonesia jangan takut, karena kita pun punya daftar pelanggaran yang dilakukan oleh malaysia, misal soal TKI atau pelanggaran perbatasan, kata Permadi yang juga menyampaikan bahwa pembahasan masalah ini ditangani oleh Komisi IV DPR-RI yang membawahi sektor kehutanan.

 

Berbeda dengan pendapat di atas, Dosen Hukum Lingkungan Internasional FHUI Melda Kamil mengatakan pihak Malaysia bisa saja menuntut Indonesia. Dia memberikan contoh kasus Trail Smelter antara Amerika Serikat dan Kanada. Dalam kasus tersebut, Amerika Serikat mengajukan tuntutan kompensasi atas polusi udara yang disebabkan oleh aktivitas industri Kanada.

 

Jadi secara teori, bisa saja Malaysia menuntut Indonesia secara G to G (antar pemerintah, red.). Tapi seharusnya tidak perlu ditempuh cara-cara ekstrem seperti itu, ujarnya.

 

 

Indonesia tetap terikat

 

Terkait dengan belum diratifikasinya ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution oleh Indonesia, Marty menjelaskan bahwa proses ratifikasi saat ini sudah memasuki tahap akhir pembahasan di Kementerian Lingkungan Hidup sebagai departemen terkait sebelum diajukan ke DPR. Marty menambahkan lambatnya proses ratifikasi terjadi karena banyaknya agenda lain yang juga harus diselesaikan baik oleh DPR maupun pemerintah.

 

Tapi biarpun Indonesia belum meratifikasi ASEAN agreement, Indonesia sudah cukup aktif dalam kerangka kerjasama ASEAN untuk mengatasi masalah ini, ujar Marty.

 

Sementara itu, Melda mengatakan bahwa walaupun Indonesia belum meratifikasi, berdasarkan prinsip good faith (itikad baik, red.) Indonesia seharusnya tetap terikat pada ketentuan dalam perjanjian tersebut. Dia juga menambahkan bahwa Indonesia harus menunjukkan komitmennya karena perjanjian tersebut dibuat atas keinginan bersama negara-negara ASEAN termasuk Indonesia yang juga menandatangani perjanjian tersebut.

Hubungan Indonesia dan Malaysia kembali memasuki momen-momen panas dan menegangkan. Namun kali ini bukan masalah TKI atau perdebatan masalah perbatasan negara, tapi ‘kiriman' Indonesia berupa asap yang mengganggu tetangganya Malaysia. Reaksi beragam muncul dari pihak Malaysia, mulai dari kecaman masyarakat sampai tuntutan kompensasi dari partai oposisi Malaysia.

 

Menanggapi perkembangan ini, Juru Bicara Departemen Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan mengupayakan agar penyelesaian masalah polusi asap ini ditempuh melalui pendekatan kerjasama. Melalui pendekatan ini, lanjutnya, pemerintah bermaksud menunjukkan kepada negara-negara tetangga bahwa Pemerintah Indonesia juga prihatin atas masalah ini. Dalam kerangka kerjasama ini, menurut Marty, Indonesia juga menyatakan siap untuk menerima bantuan dari negara-negara lain.

 

Kita harus menjaga semangat kebersamaan dalam menangani masalah ini, ujar Marty yang juga optimis kalau masalah ini tidak akan memperburuk hubungan kedua negara serumpun ini.

 

Ketika ditanyakan mengenai adanya tuntutan kompensasi dari partai oposisi di Malaysia, Marty berpandangan bahwa sebagai negara yang demokratis, reaksi seperti itu adalah hal yang lumrah. Namun, Marty mengatakan bahwa tuntutan tersebut tidak serta-merta dapat dipandang sebagai sikap dari Pemerintah Malaysia.

 

Sejak awal pemerintah malaysia memang berkeinginan untuk menyelesaikan masalah ini melalui kerangka kerjasama. Tidak ada niat dari mereka untuk menuntut Indonesia, tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: