PP Ini Buka Peluang Perubahan Fungsi Hutan
Berita

PP Ini Buka Peluang Perubahan Fungsi Hutan

Perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan pada kawasan hutan dengan fungsi pokok hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi yang dilakukan secara parsial atau untuk wilayah provinsi.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi hutan. Foto : borneoclimatechange.org
Ilustrasi hutan. Foto : borneoclimatechange.org

Pada akhir Desember lalu, pemerintah melalui Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Dalam PP ini diatur mengenai tata cara perubahan fungsi kawasan hutan dengan tujuan memantapkan dan mengoptimalkan fungsi kawasan hutan.

Perubahan fungsi kawasan hutan dilakukan pada kawasan hutan dengan fungsi pokok hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi yang dilakukan secara parsial atau untuk wilayah provinsi. “Perubahan fungsi kawasan hutan menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi tidak dapat dilakukan pada provinsi dengan luas kawasan hutan sama atau kurang dari 30 persen,” demikian bunyi Pasal 35 PP tersebut sebagaimana dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Senin (18/1).

Menurut PP ini, perubahan fungsi kawasan hutan secara parsial dilakukan melalui perubahan fungsi antar fungsi pokok kawasan hutan atau dalam fungsi pokok kawasan hutan. Perubahan fungsi antar fungsi pokok kawasan hutan meliputi perubahan fungsi dari kawasan hutan konservasi menjadi kawasan hutan lindung atau kawasan hutan produksi, kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan konservasi atau hutan produksi dan kawasan hutan produksi menjadi kawasan hutan konservasi atau kawasan hutan lindung.

Perubahan kawasan hutan konservasi menjadi kawasan hutan lindung atau kawasan hutan produksi dilakukan dengan beberapa ketentuan. Seperti, tidak memenuhi seluruh kriteria sebagai kawasan hutan konservasi, memenuhi kriteria sebagai kawasan hutan lindung atau kawasan hutan produksi. Untuk perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan hutan konservasi atau hutan produksi dilakukan dengan ketentuan, tidak memenuhi seluruh kriteria sebagai kawasan hutan lindung dan memenuhi kriteria sebagai kawasan hutan konservasi atau hutan produksi.

Sedangkan perubahan kawasan hutan produksi menjadi kawasan hutan konservasi atau kawasan hutan lindung wajib memenuhi kriteria sebagai hutan konservasi atau kawasan hutan lindung. “Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan sebagaimana dimaksud dilakukan dalam kawasan hutan konservasi atau kawasan hutan produksi,” demikian bunyi Pasal 41 PP tersebut.

Perubahan fungsi dalam fungsi pokok kawasan hutan meliputi kawasan cagar alam menjadi kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, atau taman buru. Kawasan suaka margasatwa menjadi kawasan cagar alam, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, atau taman buru. Kawasan taman nasional menjadi kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, atau taman buru.

Kawasan taman hutan raya menjadi kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, atau taman buru. Kawasan taman wisata alam menjadi kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, atau taman buru. Serta, kawasan taman buru menjadi kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan rata, atau taman wisata alam.

PP ini menegaskan, perubahan fungsi kawasan hutan secara parsial ditetapkan dengan keputusan menteri, berdasarkan usulan yang diajukan oleh gubernur untuk kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi atau pengelola kawasan hutan konservasi. Adapun perubahan fungsi kawasan hutan untuk wilayah provinsi dilakukan pada kawasan hutan dengan fungsi pokok, hutan konservasi hutan lindung dan hutan produksi.

Secara Parsial
Dalam PP ini disebutkan, perubahan peruntukan kawasan hutan dalam rangka percepatan pembangunan di luar kegiatan kehutanan bisa dilakukan secara parsial, yakni tukar menukar kawasan hutan atau pelepasan kawasan hutan. Permohonan perubahan peruntukan kawasan hutan secara parsial ini diajukan oleh menteri atau pejabat setingkat menteri, gubernur, bupati/walikota, pimpinan bidang hukum atau perorangan, kelompok orang atau masyarakat.

Mekanisme tukar menukar dilakukan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang bersifat permanen, menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan hutan atau memperbaiki batas kawasan hutan. “Tukar menukar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan ketentuan tetap terjaminnya luas kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS (Daerah Aliran Sungai), pulau, atau provinsi dengan sebaran yang proporsional, dan mempertahankan daya dukung kawasan hutan tetap layak kelola,” demikian bunyi Pasal 12 ayat (1) PP tersebut.

Sedangkan kawasan hutan produksi yang dapat dilakukan pelepasan berupa kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang tidak produktif, kecuali pada provinsi yang tidak tersedia lagi kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi yang tidak produktif. “Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi sebagaimana dimaksud tidak dapat diproses pelepasannya pada provinsi dengan luas kawasan hutan sama atau kurang dari 30%, kecuali dengan cara tukar menukar kawasan hutan,” demikian bunyi Pasal 19 PP tersebut.

Menurut PP ini, pemegang keputusan pelepasan kawasan hutan wajib menyelesaikan tata batas kawasan hutan yang dilakukan pelepasan dan mengamankan kawasan hutan yang dilakukan pelepasan. Tata batas itu diselesaikan dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak diterbitkannya keputusan pelepasan kawasan hutan. Tata batas ini tidak dapat diperpanjang, kecuali dalam hal pemegang keputusan pelepasan kawasan hutan merupakan instansi pemerintah, bisa diperpanjang paling lama satu tahun.

“Pemegang keputusan pelepasan kawasan hutan yang belum memenuhi kewajiban, dilarang memindahtangankan kawasan hutan yang dilakukan pelepasan kepada pihak lain,” demikian bunyi Pasal 23 PP yang efektif mulai berlaku pada tanggal diundangkan yakni pada tanggal 28 Desember 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Tags:

Berita Terkait